Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Peneliti ITB Prediksi Angka Tertinggi Covid-19 Capai Kisaran 600

Kompas.com - 19/03/2020, 21:07 WIB
Yohanes Enggar Harususilo

Penulis

KOMPAS.com - Lewat pendekatan matematika, peneliti Program Studi Matematika ITB (Institut Teknologi Bandung) memprediksi kasus harian baru terbesar penderita virus corona di Indonesia terbesar berada di angka kisaran 600.

Hasil kajian juga menyimpulkan bahwa Indonesia akan mengalami puncak jumlah kasus harian Covid-19 pada akhir Maret 2020 dan berakhir pada pertengahan April 2020.

Hasil penelitian ini dilakukan Pusat Pemodelan Matematika dan Simulasi (P2MS) ITB yang terdiri dari Nuning Nuraini (dosen Program Studi Matematika ITB), Kamal Khairudin S. dan Mochamad Apri.

Pemodelan ini ditulis dengan judul “Data dan Simulasi Covid-19 dipandang dari Pendekatan Model Matematika”.

Baca juga: Peneliti Unpad Kembangkan Hand Sanitizer dengan Formula Potensial

 

“Tentu perlu dicatat, ini adalah hasil pemodelan dengan satu model yang saya rasa ‘cukup sederhana’ dan sama sekali tidak mengikutkan faktor-faktor yang kompleksitasnya tinggi, “ tegas Nuning seperti dikutip dari laman resmi ITB (19/3/2020).

Digunakan saat SARS Hong Kong

Penelitian dilatarbelakangi wabah corona di Indonesia yang juga telah melahirkan berbagai kontroversi apakah tindakan diambil telah cukup untuk menangkal penyebaran lebih lanjut, ataukah terlampau berlebihan.

Kesimpangsiuran informasi tentang hal ini dikhawatirkan mengganggu usaha nyata untuk menanggulangi bencana yang sebenarnya.

"Dalam penelitian ini, kami berusaha menjawab pertanyaan mendasar tentang epidemi yang sedang terjadi saat ini di Indonesia melalui suatu model matematika sederhana," ujar Nuning.

Dalam penelitian yang menjadi jurnal ilmiah tersebut, Nuning dan tim membangun model representasi jumlah kasus Covid-19 dengan menggunakan model Richard’s Curve karena sesuai kajian Kelompok Pemodelan Tahun 2009 yang dibimbing Prof. Dr. Kuntjoro A. Sidarto.

Model tersebut terbukti berhasil memprediksi awal, akhir, serta puncak endemi dari penyakit SARS di Hong Kong tahun 2003.

Model Richard’s Curve terpilih ini lalu mereka uji pada berbagai data kasus Covid-19 terlapor dari berbagai macam negara, seperti RRT, Iran, Italia, Korea Selatan, dan Amerika Serikat – termasuk data akumulatif seluruh dunia.

Ternyata, secara matematik, ditemukan model Richard’s Curve Korea Selatan adalah yang paling cocok (kesalahannya kecil) untuk disandingkan dengan data kasus terlapor Covid-19 di Indonesia jika dibandingkan dengan model yang dibangun dari data negara lain (kesesuaian ini terjadi saat Indonesia masih memiliki 96 kasus).

Rekomendasi menjaga laju penyebaran

“Jadi, bisa dikatakan, jika kita punya penanganan yang mungkin sama, sesuai dengan publikasi yang ada dengan Korea Selatan, tanpa memasukkan faktor kompleksitas lainnya seperti temperatur lingkungan, kelembaban, dan lain-lain, seharusnya kita bisa mendapat kesimpulan yang sama persis dengan apa yang ditulis pada publikasi kami,“ terangnya.

Nuning termasuk peneliti yang juga banyak berperan dalam penanganan kasus demam berdarah di Indonesia ini.

Namun menurut Nuning, hal tersebut bukan merupakan perkara mudah.

“Korea Selatan itu ‘kan salah satu dari beberapa negara di dunia yang paling baik penanganan kasus Covid-19-nya. Ini waktu terus berjalan, tentu sulit untuk bisa persis seperti mereka, tetapi, setidaknya, dari tulisan ini kita bisa mengetahui bahwa Indonesia perlu melakukan sesuatu untuk tetap berada dalam tren yang baik,“ tambah Nuning.

Oleh karena itu, bagi Nuning, merujuk pada model yang dibangun (termasuk faktor-faktor yang krusial), perlu dilakukan pencegahan dari meluasnya penyebaran Covid-19.

Baca juga: Unpad Ajak Peneliti Lintas Kampus Percepat Penelitian Kina untuk Corona

 

“Tingkat penyebaran yang tinggi akan memberatkan rumah sakit karena tidak memiliki kapasitas yang cukup untuk menampung pasien COVID-19 sehingga krusial sekali bagi kita untuk menjaga laju penyebaran tetap ada di dalam kontrol kita (jika belum bsia dihilangkan sepenuhnya),“ jelas Nuning.

Kebijakan Social Distancing

Karena sampai sekarang belum ditemukan vaksin Covid-19, maka bentuk pencegahan dari meluasnya penyebaran virus dapat dilakukan dengan cara memutus rantai penularannya.

Salah satu metode untuk memutus rantai penularan tersebut ialah dengan melakukan pembatasan sosial (social distancing).

Dengan adanya pembatasan sosial, harapannya, setiap masyarakat tidak akan menjadi penular maupun tertular karena tidak melakukan kontak dengan siapapun sehingga laju penyebaran dapat menurun atau setidaknya terjaga konstan.

Hasil dari kajian tersebut bagi Nuning ditujukkan untuk memberikan informasi yang benar dan jelas untuk pemberitaan yang simpang siur terkait gambaran dan penanganan yang seharunya dari fenomena pandemik COVID-19 secara eksak di Indonesia.

“Saya makanya cukup terkejut ketika tulisan saya ini viral dan ramai dibahas oleh netizen Indonesia. Gara-gara keresahan saya ini, publik jadi semakin tahu bahwa matematika juga bisa membantu dan mengambil peran dalam menghadapi kasus pandemi,“ ujar Nuning.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau