Pada karya terakhirnya, merespons Covid-19 ia menyusuri “kotak Pandora” kegelisahan manusia, pertempuran batin melawan derita, wabah coronoa virus ia tampilkan justru sebagai jalan sakral menuju Sang Khaliq.
Judul Via Via yang berarti “jalan-jalan” dalam bahasa Italia, yang ia benturkan dengan makna via dolorosa, jalan kesengsaraan menuju spiritualitas. Penderitaan akan wabah membuka jalan ke Tuhan.
Mungkin tak hanya karena wabah penyakit tapi masa depan kemanusiaan kita: konflik geo-politik dibeberapa wilayah jagat mencipta gurun nan tandus pada nalar dan rasa.
#BasriMenyapa seri ke-1, Mei 2020 lalu mengundang perupa perempuan Arahmaiani yamg mengulik narasi perjalanannya sebagai seniman perempuan yang menjelajah Tibet, Jerman, sampai bagian wilayah-wilayah tertentu di Bali yang menarik minatnya sebagai aktivis lingkungan hidup.
Terutama ia berbagi pengalaman pada bagaimana Tibet menyumbang sumber air bersih bagi 47 persen populasi dunia (85 persen populasi Asia) dari sungai-sungai yang berhulu di dataran tinggi: Gangga, Brahmaputra, Indus, Karnali, Sutlej, Yangzi, Huanghe (Sungai Kuning), Mekong, Salween sampai Irrawady; dan yang paling penting adalah peran apa yang disumbangkan oleh seniman Arahmaiani di sana.
Baca juga: Lagi, Jenazah PDP Corona di Makassar Diambil Paksa, Datang 150 Orang Terobos Barikade
Tamu seri ke-2 #BasriMenyapa, masih di bulan Mei menghadirkan Teguh Ostenrik, seniman senior yang tenar membangun instalasi raksasa seperti Tembok Berlin di Kalijodo Jakarta atau membuat koral buatan di perairan-perairan Indonesia dengan visi Underwater Sculpture Museum.
Karya Teguh terakhir menyoal berbagi makanan dalam masa wabah sebagai bagian dari estetika relasi dengan menghubungkan orang-orang dan lingkungan sekitar yang disantuni makanan-makanan siap santap.
Di masa depan, #BasriMenyapa juga menghadirkan Adi Panuntun, desainer yang tenar dengan video proyeksi atau video mapping raksasa. Ia akan membagi pengalaman tentang penemuan baru teknologi media digital dalam satu dekade ini.
Pada situs outdoor, komunitasnya, Sembilan Matahari, mempresentasikan teknik proyeksi yang menghasilkan cahaya masif ke obyek raksasa sebagai layar. Biasanya di sebuah gedung monumental dan bersejarah.
Pada akhirnya, Covid 19 memang sebuah deraan berat bagi kemanusiaan, tapi tak harus selalu kita akhiri dengan tangis dan tengadah tangan. Bukankah hidup harus dilanjutkan, tentu dengan kemandirian serta kegotong-royongan untuk berbagi dan suntuk berkreasi. (Bambang Asrini Widjanarko)
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanSegera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.