Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Siapkan Lulusan Vokasi Terjun ke Industri, Kawan Lama Gelar Seminar Online

Kompas.com - 01/07/2020, 19:26 WIB
Ayunda Pininta Kasih

Penulis

KOMPAS.com - Revolusi Industri 4.0 ditambah dengan pandemi Covid-19 membuat banyak orang, lembaga pendidikan, hingga beragam aspek kehidupan bergerak dengan cepat.

Dalam dunia industri, Revolusi Industri 4.0 membawa dampak terhadap proses produksi manufaktur.

Penerapan teknologi IOT, Big Data monitoring, Cloud Computing System, Additive Manufacturing dinilai menjadi tulang punggung dari penerapan Industri 4.0.

Namun, sudah siapkah lulusan pendidikan tinggi vokasi untuk terjun ke dunia Industri 4.0 dengan teknologi yang semakin tinggi?

Baca juga: Ini Kebijakan Baru Mendikbud Nadiem soal Keringanan UKT Mahasiswa

Sebagai upaya mewujudkan kecocokan alias "link and match" antara kompetensi lulusan vokasi dengan kebutuhan industri, PT Kawan Lama Sejahtera menggelar seminar online nasional yang terbuka bagi mahasiswa, dosen, bahkan siswa SMK.

Seminar online nasional bertajuk "Pembelajaran Digitalisasi Manufaktur Era Industri 4.0 di Pendidikan Tinggi Vokasi" tersebut menghadirkan sejumlah pembicara.

Paket pernikahan vokasi dan industri

Dirjen Pendidikan Vokasi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Wikan Sakarinto dalam sesi sambutan mengatakan, kampus, sekolah, lembaga pendidikan harus bekerja sama dengan industri dan dunia kerja untuk menciptakan "link and match".

Wikan mengibaratkan "link and match" antara pendidikan vokasi dengan industri dan dunia kerja seperti perjodohan. Pasalnya pada program tersebut, pihak industri dan pendidikan akan bersama-sama menciptakan Sumber Daya Manusia (SDM) yang unggul dan kompeten.

Baca juga: Beasiswa D3/S1 dari Universitas Islam Indonesia, Bebas Biaya Kuliah

Pendidikan vokasi sendiri meliputi Pendidikan Tinggi Vokasi, Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), serta Lembaga Kursus dan Pelatihan (LKP).

Namun, Wikan menegaskan kerja sama antara vokasi dengan industri atau dunia kerja bukan sekadar MoU, namun harus dibuktikan dengan "paket pernikahan" yang mencakup sejumlah poin. 

Poin pertama ialah penyesuaian kurikulum. Kurikulum perlu disusun bersama dengan industri, sehingga materi training dan sertifikasi di industri masuk resmi ke dalam kurikulum kampus.

"Training harus masuk dalam kurikulum pendidikan, sehingga saat lulus mahasiswa memiliki kompetensi yang sesuai dengan kebutuhan industri untuk maju," papar Wikan, Rabu (1/7/2020).

Baca juga: 8 Perguruan Tinggi BUMN Tawarkan Beasiswa S1, Subsidi Biaya Kuliah

Lalu, pihak kampus juga menghadirkan dosen tamu dari industri yang rutin mengajar di kampus.

Program magang juga harus terstruktur dan dikelola bersama dengan baik.

Setelah itu, lanjut Wikan, perlu adanya komitmen kuat dan resmi dari pihak industri untuk menyerap lulusan.

Poin lainnya yang tak kalah penting ialah adanya bridging program yakni pihak industri memperkenalkan teknologi dan proses kerja industri yang diperlukan kepada pihak dosen.

Sertifikasi kompetensi bagi lulusan pun harus diberikan oleh pendidikan tinggi bersama industri.

Dua poin lainnya ialah pihak Industri memberikan bantuan peralatan laboratorium kepada kampus serta adanya joint research berupa riset terapan dosen yang berasal dari kasus nyata di dunia industri.

Paket tersebut diharapkan dapat "melahirkan" lulusan vokasi sebagai SDM industri yang kompeten.

Baca juga: Mendikbud: Perguruan Tinggi di Semua Zona Dilarang Kuliah Tatap Muka

Pasalnya, Wikan menyebut faktor kesuksesan sebuah sistem 80 persen ditentukan oleh SDM dan 20 persen oleh desain, kebijakan, SOP, strategi infrastruktur dan lainnya.

Dengan begitu, lanjut dia, lulusan vokasi di tangan kanannya akan memegang ijazah dan tangan kirinya hasilkan produk nyata.

"Sehingga dapat menjawab permasalahan nyata yang datang dari industri atau masyarakat," paparnya.

Belajar dan mengajar perlu passion

Wikan juga memberi saran bagi siswa dan mahasiswa untuk memilih bidang dan profesi yang sesuai dengan passion.

"Prodi favorit bila masuk tanpa passion dan visi, [siswa] tidak mampu memahami konteks, memahami kenapa aku belajar ini, mengerjakan tugas ini, maka bisa tidak bahagia karena tidak cinta pada profesi," paparnya.

Baca juga: Nadiem: 94 Persen Siswa Masih Harus Belajar dari Rumah di Tahun Ajaran Baru

Dosen pun dinilai harus memiliki hasrat untuk mengajar.  Di era kini, kata Wikan, tak cukup hanya mengajar di kelas. Dosen perlu masuk ke platform kehidupan anak-anak, yakni media sosial.

"Bila dosen tak mampu masuk ke media sosial, maka hanya bisa mengajari murid 1-2 jam. Namun, bila mampu blended learning, dosen akan mengajar lebih dari 50 orang bahkan ribuan orang," jelasnya.

Usai sambutan yang diberikan oleh pihak Kemendikbud, seminar dilanjutkan dengan menghadirkan tiga pembicara utama.

Hadir Dosen Metrology UGM Agustinus Winarno membawakan materi "Digital Manufacturing dan Pengukurannya".

Adapula Andri Widianto yang merupakan Engineering Solution Group PT Mitutoyo Indonesia dan Liam Marriot dari APAC Channel Manager Formlabs.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com