KOMPAS.com - Sampai saat ini, jumlah pasien positif Covid-19 di Indonesia terus meningkat. Padahal, segala upaya telah dilakukan guna menekan laju bertambahnya kasus positif.
Untuk itulah tak heran jika pemerintah mendorong agar dilaksanakan rapid test di berbagai daerah. Terlebih di daerah memiliki kasus Covid-19 yang tinggi.
Tidak hanya itu saja, banyak masyarakat yang secara mandiri melakukan rapid test karena khawatir terpapar Covid-19.
Menurut akademisi Universitas Gadjah Mada (UGM) yang juga Ketua Satgas Covid-19, Dr. dr. Rustamadji., M.Kes., rapid test terbagi menjadi dua jenis yakni rapid test anti bodi dan rapid tes antigen.
Baca juga: Guru Besar Farmasi UGM: Ini Terapi Penyembuhan Covid-19
Adapun keduanya digunakan sebagai langkah skrining awal dalam deteksi Covid-19. Namun bukan untuk mendiagnosis infeksi Covid-19 pada seseorang.
"Rapid test tidak bisa digunakan untuk penegakan diagnosis Covid-19, namun hanya untuk pemeriksaan awal saja," ujarnya seperti dikutip dari laman UGM, Sabtu (4/7/2020).
Lebih jauh, Adji menjelaskan, bahwa rapid test antibodi kurang efektif digunakan untuk mendiagnosis Covid-19.
Rapid test antibodi lebih tepat digunakan untuk tujuan surveilans kesehatan masyarakat seperti melihat kekebalan pada suatu kelompok/komunitas.
Dikatakan, rapid test antibodi dilakukan berdasar pada terbentuknya antibodi yakni IgM dan IgG dalam tubuh sebagai mekanisme proteksi terhadap serangan bakteri maupun virus, bukan mendeteksi keberadaan virus.
Dengan kata lain, tes ini hanya mendeteksi antibodi dalam tubuh seseorang apakah pernah terinfeksi atau terpapar virus corona.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.