KOMPAS.com - Banyak persoalan yang dialami siswa, orang tua dan guru ketika mengikuti pembelajaran jarak jauh (PJJ) di masa pandemi Covid-19.
Salah satunya guru kesulitan mengelola PJJ dan cenderung fokus pada penuntasan kurikulum. Bagi orang tua, tidak semuanya mampu mendampingi anak belajar di rumah karena harus bekerja.
Sedangkan bagi siswa, tentu kesulitan konsentrasi belajar di rumah dan mengeluhkan beratnya penugasan soal dari guru. Sehingga ada peningkatan stres dan jenuh.
Karena itulah Surat Keputusan Bersama (SKB) Empat Menteri yang dikeluarkan pada pertengahan Juni 2020 akhirnya direvisi.
Baca juga: Mendikbud: Pembelajaran Tatap Muka Diperbolehkan di Zona Kuning, PJJ Pakai Kurikulum Darurat
Tentu semua itu berdasarkan hasil evaluasi pemerintah pusat. Adapun SKB tersebut dari Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Menteri Agama, Menteri Kesehatan dan Menteri Dalam Negeri.
Demikian diungkapkan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim pada Webinar Penyesuaian Kebijakan Pembelajaran di Masa Pandemi Covid-19, secara virtual melalui Zoom dan disiarkan langsung dari kanal YouTube Kemendikbud RI, Jumat (7/8/2020) sore.
Dalam revisi SKB itu, Mendikbud menjelaskan bahwa pembelajaran tatap muka di sekolah kini diperbolehkan untuk zona kuning.
Selain itu, pada webinar tersebut Nadiem juga menjelaskan bahwa pemerintah mengimplementasikan dua kebijakan baru, yakni:
1. Perluasan pembelajaran tatap muka untuk zona kuning. Pelaksanaan pembelajaran tatap muka diperbolehkan untuk semua jenjang yang berada di zona hijau dan zona kuning.
2. Kurikulum darurat (dalam kondisi khusus). Sekolah diberikan fleksibilitas untuk memilih kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan pembelajaran siswa.
Modul pembelajaran dan asesmen dibuat untuk mendukung pelaksanaan kurikulum darurat.
"Pembelajaran tatap muka diperbolehkan di zona hijau dan kuning asalkan mendapat persetujuan dari satgas atau gugus tugas masing-masing daerah," ujar Nadiem.
"Atau walaupun di zona hijau dan kuning, sekolah tidak dapat melakukan pembelajaran tatap muka tanpa persetujuan pemda setempat," imbuh Nadiem.
Kurikulum darurat merupakan penyederhanaan kompetensi dasar yang mengacu pada Kurikulum 2013.
Pada kurikulum darurat ini ada pengurangan kompetensi dasar untuk setiap mata pelajaran. Sehingga berfokus pada kompetensi esensial dan kompetensi prasyarat untuk kelanjutan pembelajaran di tingkat selanjutnya.
Ketentuan kurikulum darurat atau pelaksanaannya berlaku sampai akhir tahun ajaran (tetap berlaku walaupun kondisi khusus sudah berakhir).
Jadi, satuan pendidikan atau sekolah dapat memilih dari 3 opsi pelaksanaan kurikulum.
Ini adalah pembelajaran spesifik yang bisa dilakukan di rumah untuk jenjang PAUD dan SD.
"Tetapi sekolah tidak wajib mengikuti kurikulum darurat, ini bagi yang membutuhkan metode pembelajaran dari Kurikulum 2013 yang lebih sederhana saja," tandas Nadiem.
Atau menurut Nadiem, ini adalah suatu opsi bagi masing-masing sekolah. "Daripada kompetensi tidak tercapai dan tidak fokus, maka kurikulum ini bisa jadi pilihan," sambung Mendikbud.
Nadiem berharap, kurikulum darurat ini akan memudahkan proses pembelajaran di masa pandemi.
Dampak bagi guru:
Dampak bagi siswa:
Dampak bagi orang tua:
Karena itu, kurikulum darurat ini diharapkan dapat membantu mengurangi kendala yang dihadapi guru, orang tua, dan anak selama masa pandemi.
Baca juga: Mendikbud: PJJ Harus Kreatif dan Inovatif, seperti di Sekolah Ini
Sedangkan bagi jenjang SD, akan disiapkan modul pembelajaran untuk guru, orang tua dan siswa agar mempermudah proses Belajar dari Rumah (BDR).
Disamping itu, modul belajar ini mencakup rencana pembelajaran yang mudah dilakukan secara mandiri oleh pendamping baik orang tua maupun wali.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.