KOMPAS.com - Banyak cara yang dapat dilakukan untuk melepas penat atau rasa stres. Salah satunya dengan terapi di suatu tempat yang sejuk dan indah.
Tapi, kini ada tren baru yakni terapi hutan (healing forest). Ini bisa menjadi cara baru untuk memulihkan stres baik fisik maupun mental.
Terapi ini dapat dilakukan dengan cara memasuki kawasan hutan. Kemudian membiarkan hutan tersebut terhubung dengan semua indera manusia.
Seperti indra penciuman, penglihatan, pendengaran, pengecap, peraba dan gerakan. Semua anggota tubuh akan terhubung dengan suasana di hutan.
Baca juga: Dosen ITB Bagikan Tips Membuat Perencanaan Keuangan saat Pandemi
Dalam webinar yang digelar Kelompok Keahlian Manajemen Sumber Daya Hayati (MSDH) yang tergabung dalam fakultas Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati (SITH) Institut Teknologi Bandung (ITB) beberapa waktu lalu, disinggung mengenai terapi hutan.
Webinar bertajuk "Prospek Wisata Alam Memasuki New Normal" menghadirkan beberapa narasumber, salah satunya Ir. Wiratno, M.Sc., Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Menurutnya, penutupan kawasan konservasi didasari oleh berbagai pertimbangan utama yaitu arahan pemerintah, social distancing, dan menghindari penyebaran dan penularan Covid-19.
Dijelaskan, terdapat 54 Taman Nasional, 134 Taman Wisata Alam, dan 80 Suaka Margasatwa yang ditutup untuk kunjungan wisata alam.
4 kebijakan penutupan kawasan konservasi:
Namun, seiring berlakunya Adaptasi Kebiasaan Baru (AKB), ia memaparkan terdapat beberapa kebijakan untuk reaktivasi pariwisata yang tertuang dalam empat poin prioritas, yaitu:
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.