KOMPAS.com - Salah satu vaksin Covid-19 asal China yakni vaksin Sinovac saat ini masih dilakukan uji klinik fase 3 di Indonesia. Tentu untuk melihat efektivitas dari vaksin itu.
Hanya saja, ditemukannya vaksin Covid-19 bukan menjadi satu-satunya cara untuk menghentikan pandemi. Karena, wabah virus corona sebelumnya yaitu SARS-CoV dan MERS-CoV berhasil dihentikan tanpa dengan vaksin.
"Saya kira pemerintah tetap perlu melakukan berbagai upaya pencegahan penyebaran Covid-19 ini secara maksimal," ujar pakar virologi dari FKKMK Universitas Gadjah Mada (UGM), dr. Mohamad Saifudin Hakim, MSc., PhD, seperti dikutip dari laman UGM, Senin (17/8/2020).
Baca juga: Guru Besar UGM: Ini 9 Senyawa Meningkatkan Sistem Imun saat Pandemi
Hal itu diungkapkan dr. Hakim ketika memberikan tanggapan mengenai uji klinik fase tiga vaksin Covid-19 yang kini tengah dilaksanakan di tanah air.
Menurutnya, negara-negara yang sukses menahan laju peningkatan kasus Covid-19, seperti China sendiri, Korea Selatan, Selandia Baru, dan Taiwan.
Negara-negara itu bisa menekan peningkatan kasus dengan upaya-upaya pencegahan penularan yang dilaksanakan dengan baik dan disiplin.
Adapun hal-hal yang harus dilakukan ialah tindakan pencegahan seperti isolasi kasus, contact tracing dan karantina, penjarakan fisik, memakai masker, cuci tangan, dan karantina komunitas (lockdown).
Terkait vaksin asal China itu, menurut dr. Hakim tidak bisa diklaim ini akan efektif digunakan nantinya, sebab perlu menunggu hasil uji klinisnya.
"Jangan terburu-buru menyimpulkan bahwa vaksin yang sedang diuji klinis saat ini pasti akan efektif dan sudah pasti menjadi pilihan untuk diedarkan. Ini kesimpulan yang terlalu dini," katanya.
Dikatakan, kandidat vaksin yang sudah masuk ke uji klinis fase 3 tidak menjamin bahwa uji klinisnya akan berhasil. Sebab, banyak kandidat vaksin yang sudah menjalani uji fase 3 namun gagal karena ternyata terbukti tidak efektif.
Hanya saja, dia berpendapat bahwa pengembangan vaksin Covid-19 sekarang ini jadi salah satu upaya banyak negara untuk menghentikan pandemi.
Hal itu karena banyak penelitian sudah menunjukkan bahwa antibodi yang terbentuk setelah infeksi SARS-CoV-2 secara alami ternyata tidak bertahan lama lalu akan menghilang dalam 2-3 bulan.
Namun jika nantinya vaksin tersebut berhasil dan akan dimasukkan ke dalam program imunisasi nasional, maka kontinuitas program tersebut akan bergantung pada suplai vaksin yang cukup.
Karenanya, pakar UGM ini berharap Indonesia bisa memproduksi sendiri. "Tentu akan mudah dipastikan jika kita mampu memproduksi vaksin sendiri, dibandingkan jika harus membeli dari produsen dari luar negeri," terangnya.
Baca juga: UGM Peringkat 19 Se-Asia Versi 4ICU
Ditambahkan, teknologi pembuatan vaksin terinaktivasi sudah dimiliki oleh PT. Biofarma. Akan tetapi untuk produksi massal vaksin itu harus menunggu hasil uji klinis fase tiga ini.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.