KOMPAS.com - Dunia pers Tanah Air kehilangan salah satu putra bangsa terbaik. Dia adalah Jakob Oetama, wartawan senior yang juga pendiri Kompas Gramedia.
Dalam usia 88 tahun, Jakob Oetama meninggal dunia di Rumah Sakit Mitra Keluarga Kelapa Gading, Jakarta, pada Rabu (9/9/2020) pukul 13.05 WIB.
Tak hanya sebagai insan pers, Jakob Oetama dulunya mengawali kariernya menjadi seorang guru pada 1952-1953 di SMP Mardiyuwana, Cipanas, Jawa Barat.
Baca juga: Jakob Oetama, Sang Guru yang Meninggalkan Warisan Jurnalisme Makna
Kemudian pindah ke Sekolah Guru Bagian B di Jakarta pada 1953-1954 dan pindah lagi di SMP Van Lith di Gunung Sahari 1954-1956.
Barulah tumbuh minat untuk menulis atau terjun di dunia jurnalistik. Jakob Oetama mengawali karier jurnalistik sebagai redaktur majalah Penabur Jakarta.
Hingga bersama rekannya, almarhum Petrus Kanisius Ojong (PK Ojong), Jakob Oetama menerbitkan majalah Intisari pada 1963 yang menjadi cikal bakal Kompas Gramedia. Kemudian, terbitlah Harian Kompas untuk pertama kali pada 1965.
Terlepas dari jiwa jurnalistik, Jakob Oetama juga berkeinginan mendirikan sekolah. Hingga berdirilah Universitas Multimedia Nusantara (UMN) yang diprakarsai Jakob Oetama pada 2006.
Menurut Rektor UMN, Ninok Leksono dalam tayangan langsung di Kompas TV, Rabu (9/9/2020) siang, sosok Jakob Oetama sangat terlihat dekat dengan dunia pendidikan.
"Semangat menjadi guru itu kalau di surat kabar yakni mendidik umum dalam skala luas, tapi tetap sebagai guru yang ingin mengajar di kelas juga tetap hidup di hati beliau," ujar Ninok Leksono.
Dikatakan Ninok, Jakob Oetama tetap ingin mendirikan tempat kuliah hingga terwujud menjadi Universitas Multimedia Nusantara (UMN).
Ternyata, Jakob Oetama memiliki pandangan yang visioner, karena pada 2006 yang sudah ramai digital, pendiri Kompas Gramedia ini juga mendirikan kampus multimedia.
"Karena beliau multidimensi, mulai dari jurnalistik, industri media, manajemen industri media, humanisme, sampai falsafah kemanusiaan," katanya.
Kepentingan Jakob Oetama terutama untuk Indonesia dan masyarakat, tetapi di atas itu yakni kemanusiaan secara umum.
"Dulu saya ingat tahun '80-an ketika muncul ancaman perang nuklir, itu beliau menganjurkan wartawan untuk menekuni bidang itu. Karena sangat membahayakan keselamatan umat manusia," terang Ninok.
Ternyata hal itu diulang lagi ketika ancaman perubahan iklim semakin nyata. Jakob Oetama menyadari bahwa bahaya yang mengancam umat manusia sehingga juga penting untuk diangkat.
"Yang menjadi bagian dari pergulatan beliau untuk keselamatan manusia Indonesia dan umat manusia secara keseluruhan," imbuh Ninok.
Baca juga: Rektor UMN Ninok Leksono Diangkat sebagai Guru Besar Tamu UCSI Malaysia
Ninok Leksono juga mengatakan bahwa Jakob Oetama suka dengan ungkapan-ungkapan, baik dalam bahasa Jawa, bahasa Indonesia, bahasa Latin, maupun dalam bahasa Perancis.
"Ini juga sudah saya tulis dalam sebuah buku. Tetapi, yang jelas beliau itu orangnya rendah hati," pungkas Ninok Leksono.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.