KOMPAS.com - Bagi petani ikan, setiap tahun pasti pernah mengalami kendala. Salah satunya banyak ikan yang mati dengan banyak penyebab.
Biasanya, kematian massal ikan disebabkan oleh bakteri, virus, cendawan dan parasit. Hal ini menjadi kendala besar dalam budidaya ikan.
Melansir laman IPB University, Kamis (26/11/2020), diperkirakan kerugian ekonomi yang diakibatkan oleh penyakit mencapai Rp 5,2 triliun pertahun.
Sementara itu, vaksin yang tersedia pada umumnya berasal dari luar negeri yang memiliki risiko tidak sama dengan isolat bakteri atau virus yang ada di Indonesia. Sehingga hasilnya tidak sepenuhnya efektif.
Baca juga: Akademisi Unair: Nutrisi pada Ikan Berpotensi Cegah Infeksi Virus
Karenanya, Guru Besar IPB University dari Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK), Prof. Dr. Sukenda melakukan penelitian.
Menurutnya, penggunaan isolat lokal, yang diisolasi dari ikan-ikan sakit pada saat terjadi wabah penyakit, untuk pembuatan sediaan vaksin merupakan solusi yang realistik dan prospektif.
Selain itu, penyebab penyakit dapat dikendalikan karena jenis bakteri atau virus yang digunakan sesuai (homolog) dengan vaksin yang dibuat.
"Tim peneliti vaksin dari Departemen Budidaya Perairan FPIK IPB University telah berhasil mengembangkan vaksin dari isolat lokal," ujarnya seperti dikutip dari laman IPB University.
Adapun vaksinnya ialah vaksin Streptococcus iniae, vaksin Streptococcus agalactiae, vaksin Aeromonas hydrophila, dan vaksin Mycobacterium fortuitum baik dalam sediaan tunggal maupun campuran.
Vaksin tersebut mampu meningkatkan kekebalan ikan terhadap infeksi patogen. Selain vaksin untuk penyakit bakterial, vaksin untuk penyakit viral juga telah kami kembangkan.
Vaksin DNA anti Koi Herpes Virus (KHV) mengandung sisipan gen glikoprotein 25 (GP25) yang berasal dari isolat lokal Koi Harpes Virus.
Sedangkan vaksin DNA anti KHV mampu meningkatkan kekebalan dan memproteksi ikan mas saat terjadi wabah.
Dijelaskan, pengembangan vaksin ikan adalah tugas yang menantang, diantaranya karena:
1. Beragamnya jenis penyakit dan spesies ikan budidaya, dengan tingkat keunikan kerentanan ikan terhadap setiap penyakit yang juga berbeda-beda.
2. Penggunaan vaksin dirasa lebih aman daripada penggunaan antibiotik dalam budidaya perikanan.
Ke depannya, untuk mendukung industri akuakultur berkelanjutan, pengembangan vaksin yang berasal dari isolat lokal akan terus dilakukan yang dibarengi dengan pengembangan metode pemberian, evaluasi dan diseminasi.
Dijelaskan Prof Sukenda, metode vaksinasi ikan dapat dilakukan melalui tiga cara yaitu:
Pemberian vaksin melalui cara perendaman lebih praktis untuk penerapan pada benih ikan yang masih rentan terhadap serangan penyakit karena sistem kekebalan tubuhnya masih belum sempurna.
Baca juga: Manfaatkan Waktu Luang, Mahasiswa IPB Coba Bisnis Ini
"Metode infiltrasi hiperosmotik yang kami kembangkan merupakan modifikasi dari metode perendaman untuk mengefektifkan pemberian vaksin," katanya.
Metode ini dilakukan dengan menggunakan media yang dibuat hipertonik dari tubuh ikan dengan memberikan kejutan salinitas sehingga jumlah vaksin yang diserap lebih banyak.
"Hasil penelitian menunjukkan vaksinasi ikan nila secara infiltrasi hiperosmotik dengan kejutan salinitas sampai 20 gram perliter selama lima menit mampu meningkatkan proteksi ikan terhadap serangan bakteri S. agalactiae," jelas Prof. Sukenda.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.