KOMPAS.com - Sebagian besar, siswa sekolah masih mengikuti pembelajaran daring. Meski demikian, banyak informasi bisa didapatkan dari berbagai sumber di internet.
Hanya saja, sumber itu harus dari yang tepercaya, salah satunya dari sumber resmi pemerintah. Seperti halnya Rumah Belajar Kemendikbud.
Bagi yang belajar mengenai sejarah, terlebih tentang zaman batu atau zaman pra sejarah, maka berikut ini penjelasan dari Rumah Belajar Kemendikbud.
Baca juga: Siswa, Ini Contoh Pengamalan Sila Ke-3 Pancasila
Melansir laman Rumah Belajar Kemendikbud, ini penjelasan berikut peninggalan zaman batu tua (Paleolithikum):
Zaman Batu Tua sering disebut sebagai zaman primer dan berlangsung selama 340 juta tahun. Makhluk hidup yang muncul pada zaman ini seperti:
Pada zaman ini juga ditandai dengan masih kasarnya perkakas yang digunakan. Pembuatannya dilakukan dengan cara membenturkan batu satu dengan lainnya dan dipangkas sebelum digunakan.
Penduduknya pun masih berpindah-pindah/mengembara (nomaden). Berdasarkan tempat penemuannya kebudayaannya dibagi dua yaitu Kebudayaan Pacitan dan Ngandong.
Kebudayaan Pacitan
Kebudayaan Pacitan meliputi daerah hulu Sungai Madiun di pantai selatan Jawa Timur, selain itu kebudayaan yang sejenis dengan Kebudayaan Pacitan ditemukan pula di:
1. Lahat (Sumatra Selatan)
2. Parigi (Sulawesi Selatan).
Untuk alat alat pada zaman paleolithikum, banyak ditemukan kapak genggam/kapak perimbas (chopper). Diberi nama kapak genggam, karena alat tersebut serupa dengan kapak, tetapi tidak bertangkai dan cara mempergunakannya dengan cara menggenggam.
Baca juga: Siswa, Ini Arti Bhinneka Tunggal Ika
Kebudayaan Ngandong
Kebudayaan Ngandong di daerah wilayah dekat Ngawi, Madiun (Jawa Timur) selain budaya batu disana juga ditemukan budaya tulang (bone culture) berupa alat penusuk dan tanduk.
Tulang yang besar digunakan untuk alat pengorek. Diperkirakan bahwa pendukung kebudayaan Ngandong adalah:
1. Homo Soloensis (lembah Bengawan Solo Sangiran, Trinil)
2. Homo Wajakensis (lembah sungai Brantas, di desa Wajak)
Kedua Manusia tersebut hidupnya masih food gathering (mengumpulkan makanan) dan nomaden (berpindah-pindah).
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.