Dalam tatapan linguistik forensik, speech act untuk mengarahkan opini publik sudah dikenal sejak adanya propaganda war on terrorism (perang melawan terorisme). Isu ini pertama kali muncul setelah berakhirnya fenomena Perang Dingin pada akhir abad ke-20.
Propaganda tersebut mulai memuncak semenjak peristiwa terorisme 11 September 2001 di Gedung World Trade Center (WTC) dan Pentagon, Amerika Serikat (AS).
Baca juga: Meningkat Pesat, Peserta UTBK SBMPTN 2021 di UPI Naik 94,39 Persen
Aceng menerangkan, melalui speech act itu, penguasa berusaha mengarahkan opini publik agar memandang suatu persoalan sebagai ancaman terhadap keamanan. Ini merupakan proses sekuritisasi oleh para aktor tertentu.
“Suatu isu menjadi isu keamanan bukan hanya karena ada ancaman eksistensial, tetapi juga karena ada acamana presented as a thread,” jelas dia.
Cara pandang terhadap keamanan semacam itu, kata Aceng, merupakan ciri khas dari tradisi konstruktivisme. Dalam tradisi ini, wacana tidak dipahami sebagai sesuatu yang given, melainkan terkonstruksi.
“Fenomena konstruktivisme ini ternyata berkelindan dengan muncul dan menyebarnya peristiwa post-truth global yang memuncak pada 2016,” kata dia.
Baca juga: Daftar Lengkap Daya Tampung 74 Prodi UPI Jalur SBMPTN 2021
Dua peristiwa yang menjadi momentum hebat post-truth adalah saat Inggris keluar dari Uni Eropa (Brexit) dan terpilihnya Donald J Trump sebagai Presiden AS.
“Kredo post-truth paling populer itu diungkapkan oleh Paul Joseph Goebbels (2018). Ia mengatakan bahwa kebohongan yang diceritakan satu kali adalah kebohongan, tetapi kebohongan yang diceritakan ribuan kali akan menjelma menjadi kebenaran,” ujarnya.
Aceng memaparkan, dalam contoh kasus propaganda war on terrorism AS, misalnya, terjadi pemaknaan baru mengenai terorisme di dunia global.
Pemaknaan baru itu bisa diamati ketika menyimak Timeline of Terrorist yang disusun Departemen Pertahanan AS pada 2002.
Baca juga: Soal Peta Jalan Pendidikan Indonesia, Rektor UPI: Sangat Urgen, tapi Harus Komprehensif
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanSegera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.