Nur Rizal menekankan hal ini dapat diatasi ketika guru-guru menguasai teknik diferensiasi mengajar. Tidak fokus pada kurikulum yang menyeragamkan, melainkan menghadirkan pembelajaran yang penuh pilihan serta memantik penalaran anak.
"Dengan begitu, anak merasa punya otonomi dalam proses belajar sehingga tidak bosan dan merasa memiliki ruang ekspresi diri yang sesuai dengan perkembangan dirinya. Ekosistem belajar ini yang seharusnya dibangun di siswa SMK," ujar Rizal.
Novi Puspita Candra, Cofounder GSM sekaligus dosen psikologi UGM, memaparkan riset GSM yang menunjukkan 60 persen problem siswa SMA dan SMK adalah rendahnya motivasi belajar.
Sedangkan, motivasi belajar dapat ditumbuhkan bukan dengan drilling kurikulum, melainkan dengan ragam tantangan belajar dan apresiasi positif. “Saya menduga dua hal ini yang hilang dari pendidikan Indonesia,” ujar Novi.
Padahal, tambah Novi, high order thinking manusia, yaitu otak yang berperan untuk berpikir analitis dan penalaran, secara otomatis akan berkembang ketika anak dipantik dengan dua hal tersebut. Novi menekankan inilah cara kerja konsep sekolah menyenangkan bagi anak.
Diffrensiasi pengajaran ini menjadi titik fokus utama dalam pelatihan ini. Oleh karenanya, guru didorong tidak hanya berfokus pada penguasaan materi kurikulum, tetapi juga membangun kapasitas diri agar anak merasa tertantang dalam belajar.
"Ketika anak tertantang, maka mereka akan merasakan pengalaman belajar yang menyenangkan, membuat ketagihan atau kasmaran belajar sendiri, menjelajahi daya imajinasi yang terpantik oleh ragam tantangan tersebut," jelas Rizal.
Ia melanjutkan, "maka, segala persoalan yang disuguhkan ke anak akan dapat dipecahkan dengan antusiasme yang meluap-luap."
“Sistem belajar yang mengedepankan penalaran dan analitik ini sudah diterapkan di sekolah-sekolah GSM yang tidak dipandang sebelumnya. Sekarang, sekolah-sekolah itu sudah memiliki sistem belajar yang mirip dengan sekolah-sekolah yang menerapkan kurikulum internasional," ungkap Nur Rizal.
Dalam kesempatan sama, Rizal mengutip Profesor Lant Pritchett dari Universitas Harvard yang menaksir Indonesia membutuhkan waktu 128 tahun untuk mengejar ketertinggalannya.
Di sisi lain, Rizal menilai pemerintah belum sanggup memperbaiki kondisi pendidikan tersebut secara menyeluruh dan cepat melalui jalur struktural.
Setidaknya ada 5 Kompas Perubahan yang diinisiasi dan akan terus diperjuangkan GSM melalui gerakan akar rumput, meliputi;
Baca juga: Jalur Zonasi, Upaya Mencapai Pemerataan Kualitas Pendidikan
"Sehingga, diperlukan upaya secara kultural kepada sekolah-sekolah, seperti yang dilakukan oleh widyaiswara, Pariaman Saragi di mana pelatihan ini tidak dilakukan secara top-down, maka pelatihan itu terus berlanjut karena tidak terbatas oleh ketersediaan anggaran," ujar Rizal.
"Terkadang hanya perlu perubahan sudut pandang dan perilaku dalam mendidik, tidak perlu menunggu perubahan kurikulum atau program baru dari kementerian," tutup Rizal.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.