Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Gerakan Sekolah Menyenangkan: Penggunaan Anggaran Pendidikan Belum Optimal

Kompas.com - 24/06/2021, 20:43 WIB
Yohanes Enggar Harususilo

Penulis

Model yang diperkenalkan oleh GSM dalam acara bimtek tersebut adalah transformative change making. Teori ini bertujuan untuk membentuk aliansi baru yang transformatif untuk memobilisasi sumber daya dalam menyelesaikan reformasi yang terganggu.

Teori ini menekankan pentingnya narasi yang dapat digunakan sebagai instrumen pencipta perubahan. Narasi itu terdiri dari visi atau focal point yang akan diubah, narasi "Kompas Perubahan" GSM dan kisah sukses dari guru-guru setelah mengadopsi GSM.

Focal point yang dituju adalah menjadikan sekolah sebagai ekosistem belajar yang menyenangkan, menuntun kodrat, dan membangun penalaran.

Visi itu diterjemahkan ke dalam "5 Kompas Perubahan", yakni;

Baca juga: Mahasiswa FK Unair Jadi Putri Pendidikan Jawa Timur

 

  • Perubahan dari budaya feodalistik menuju budaya yang memerdekakan dan memberdayakan,
  • Dari penguasaan materi kurikulum ke penalaran dan analisis,
  • Dari ekosistem kompetisi ke ekosistem kolaborasi dan sharing
  • Dari guru yang hanya mengajar ke guru yang memfasilitasi pembelajaran, dan
  • Dari sistem belajar yang seragam ke sistem belajar yang mengembangkan individu.

Sedangkan, kisah sukses seperti adanya sekolah pilot GSM yang sering menjadi rujukan bagi sekolah lain yang ingin bertransformasi serta guru-guru yang selalu aktif berbagi atau bertukar praktik secara mandiri.

Pendekatan akar rumput

“Pendekatan akar rumput ini memungkinkan antar komunitas atau sekolah yang belum mengadopsi GSM akan saling melebur untuk mendefinisikan ulang kepentingan atau prioritas dari sekolahnya masing-masing untuk bersatu, bekerjasama membangun imajinasi akan masa depan yang baru,” jelas Nur Rizal tentang teori tersebut.

Rizal optimis, masa depan baru itu yang akan menjaga spirit untuk beraliansi menuju visi baru, yakni sekolah menyenangkan yang menuntun kodrat dan membangun penalaran.

Namun, Rizal menegaskan, narasi perlu diterjemahkan menjadi tindakan. Maka, diperlukan desain aksi yang mudah dan terukur.

Rizal menjelaskan, "dalam teori tersebut dikenal dengan aksi katalitik. Aksi katalitik ini diterjemahkan dalam bentuk program pendampingan yang memastikan bahwa perubahan mindset akan visi pendidikan yang baru diikuti oleh perubahan perilaku di sekolah hingga mencapai sistem keyakinan diri setiap pelaku pendidikan."

“Agar proses aksi katalitik ini dapat membudaya dan terinstitusionalisasi di sekolah hingga kementerian, perubahan dilakukan dengan landasan teori tahapan perubahan John Kotter.” terang Nur Rizal.

Harapannya, pendampingan ini akan membantu pengelolaan pendidikan menjadi lebih efisien dan efektif sehingga menyelesaikan persoalan separuh anggaran yang tidak sampai ke anak menurut ICW.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau