KOMPAS.com - Sudah hampir satu setengah tahun pendidikan Indonesia menggelar pembelajaran jarak jauh (PJJ) sebagai dampak pandemi Covid-19. Dunia pendidikan "dipaksa" beradaptasi dengan mengintegrasikan teknologi dalam pembelajaran.
Dalam perjalanannya, bauran pembelajaran atau blended learning antara pembelajaran daring dan luring muncul sebagai alternatif pembelajaran. Namun, masih banyak salah kaprah yang menganggap blended learning hanya sebatas belajar secara daring saja.
Kepala Sekolah Murid Merdeka (SMM), Laksmi Mayesti mengatakan, hal yang perlu diingat dari sistem blended learning yaitu bukan berarti para siswa hanya belajar secara dalam jaringan (daring) atau online saja.
Laksmi melanjutkan, sistem blended learning bahkan telah dianut SMM sejak sebelum pandemi menghantam Indonesia dengan menggabungkan pembelajaran daring dan tatap muka langsung.
Hingga saat ini, kata Laksmi, murid-murid SMM tersebar mulai dari Aceh hingga Papua.
Bahkan agar akses untuk masyarakat semakin luas, pada tahun ajar 2021 SMM akan menginisiasi pembukaan lokasi pembelajaran luar jaringan (offline) di delapan kota yaitu Jakarta Selatan, Tangerang Selatan, Depok, Bogor, Bekasi, Bandung, Semarang, dan Surabaya.
"Di masa pandemi ini banyak yang menawarkan pembelajaran dengan menggunakan teknologi sebagai media ajar, tetapi tidak banyak yang mengintegrasikan antara teknologi dengan pedagogi atau metode ajar yang baik," kata Laksmi melalui rilisn resmi, Jumat (16/7/2021).
Baca juga: Blended Learning: dari Guru Keliling, Literasi hingga Karakter Siswa
Laksmi melanjutkan, setiap pengajar di SMM didorong untuk selalu mengembangkan kreativitasnya agar siswa dapat berinteraksi secara terbuka baik kepada guru maupun teman-temannya.
Menurut Laksmi, interaksi terbuka tersebut akan menjadi nilai positif juga bagi orangtua.
"Orangtua bisa mengetahui perkembangan anaknya dengan terlibat secara langsung tanpa harus merasa terbebani, karena (selama ini) seolah-olah sistem pembelajaran daring cenderung hanya memberatkan orangtua dan anak-anak," ujar Laksmi.
Mella, salah satu orangtua siswa SMM, mengakui metode blended learning dan fleksibilitas yang diterapkan sekolah cukup membantu anaknya dalam mengembangkan passion skill yang lain yaitu coding.
Di samping itu, fleksibilitas dari SMM juga membuat anaknya mampu memiliki life skill untuk bertanggung jawab atas jam belajar yang ia pilih.
"Terbukti, karena ia memilih jam belajar yang ia inginkan, ia tidak ada keterpaksaan untuk sekolah dan bahkan semenjak di SMM sudah sedikit sekali intervensi saya sebagai orangtua untuk menyuruh Raihan sekolah karena ia menjadi mandiri," kata Mella.
Mella melanjutkan, meskipun mata pelajaran yang diajarkan di SMM lebih sedikit dibandingkan dengan sekolah lainnya tapi ternyata tidak serta-merta malah menurunkan kualitas yang diberikan.
Menurutnya, anak-anak bukanlah robot yang harus menyerap semua pelajaran yang belum tentu dapat diserap mereka dan sesuai dengan kemampuannya masing-masing.
"Bagi saya, sekolah harus menyesuaikan kebutuhan anak, knowledge anak. Tapi harus sesuai usia, kompetensi, dan manfaatnya. Kalau di SMM seperti ada social project," ujar Mella.
Di sisi lain, Laksmi menyampaikan, sistem pembelajaran blended learning SMM menawarkan kurikulum pendidikan terbaik, akses pembelajaran yang fleksibel lewat pemanfaatan teknologi informasi, dan biaya terjangkau untuk seluruh anak Indonesia.
"Kami membuka periode pendaftaran sampai 21 Juli untuk semua tingkatan mulai dari PAUD hingga SMA kelas 12. Namun masyarakat tetap bisa mengikuti pendaftaran dan ikut kelas setelah tanggal 21 Juli," pungkas Laksmi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.