KOMPAS.com - Sebagian masyarakat kini masih menggunakan micin atau MSG sebagai penyedap rasa sintesis penambah rasa dalam masakan. Begitu pula dengan masyarakat pesisir Kelurahan Trajeng, mayoritas masih masih mengonsumsi makanan dengan vetsin.
Peduli akan kesehatan masyarakat, tim mahasiswa Universitas Airlangga yang tergabung dalam tim Program Kreativitas Mahasiswa Pengabdian Masyarakat (PKM-PM) Universitas Airlangga membuat penyedap rasa alami berbahan ikan lemuru dan rumput laut.
Berdasar studi awal yang dilakukan mahasiswa Universitas Airlangga (Unair), masyarakat Trajeng sebenarnya telah mengerti efek keseringan mengonsumsi makanan dengan micin seperti asma, sakit kepala, obesitas, hipertensi, kerusakan sel, kerusakan ginjal, dan depresi. Namun, belum adanya pengganti micin, membuat masyarakat masih terus menggunakannya.
Baca juga: Peneliti IPB: Tanaman Herbal Ini Berkhasiat Redakan Asam Urat
Meski begitu, masyarakat menunjukkan keinginan kuat untuk beralih penyedap rasa sintetik ke alami.
Ketua Tim PKM-PM Lailatus Sa’diya mengatakan pembuatan penyedap rasa alami itu mampu mengurangi risiko penyakit dan gangguan kesehatan.
Dijelaskan, ikan lemuru mengandung asam glutamat, yaitu penyedap rasa sebanyak 1,268 persen, protein, lemak, kalsium, dan zat besi.
Tim mengusulkan untuk mengombinasikannya dengan rumput laut Sargassum sp. sebagai bahan pembuatan penyedap rasa alami.
Sargassum mengandung asam glutamat yang lebih tinggi dari ikan lemuru, yakni 22-24 persen sehingga dapat memunculkan rasa sedap dan gurih (umami) pada pengganti micin yang akan dibuat.
Baca juga: Peneliti IPB Temukan Minuman Penurun Gula Darah Berbasis Rempah
“Serta memiliki kandungan protein sebesar 13-17 persen, dan antioksidan 5-15 persen,” tambahnya
Ke depannya, inovasi tersebut diharapkan bisa memanfaatkan ikan balo alias ikan lemuru agar bernilai ekonomi. Pasalnya, Kelurahan Trajeng berdekatan dengan pesisir dan pelabuhan. Mayoritas masyarakat berprofesi sebagai nelayan dengan berbagai macam ikan hasil tangkapan. Salah satunya adalah Ikan lemuru (sardinella lemuru) atau ikan Balo.
“Dalam satu tahun, jumlah dan proporsi perikanan tangkap di laut dapat mencapai 1.785,6 ton didominasi ikan Lemuru sebanyak 76,7 ton, dan tangkapan ikan laut lainnya,” papar Ella seperti dikutip dari laman Unair News, Jumat (3/9/2021).
Tim unair sendri terdiri dari Wahyu Isroni selaku dosen yang mendampingi empat mahasiswa, mereka adalah Isnaini Dwi Yuliani (Akuakultur 2020), Siti Aisyah Cahya Panglipuringtyas (Akuakultur 2018), Tika Patmawati (Akuakultur 2020), dan Rio Marcelino (Akuakultur 2020).
Baca juga: Pelatihan Bahasa Korea Gratis Korea Foundation 2022, Tunjangan Rp 12,6 Juta Per Bulan
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.