KOMPAS.com - Mahasiswa Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) melakukan penelitian pada manusia kerdil di Bengkulu Selatan.
Adapun mahasiswa UNY itu ialah Arif Hidayat (Prodi Ilmu Komunikasi), Giovani Eka Meilia (Prodi Pendidikan Luar Biasa) dan Muhammad Agusti Saputra (Prodi Psikologi).
Menurut Arif Hidayat, salah satu kelainan biologis pada manusia yaitu memiliki tubuh tidak proporsional dengan tinggi di bawah rata-rata 90-120 cm.
Baca juga: Webinar UNY: Seperti Ini Nilai Luhur Pendidikan Khas Yogyakarta
Manusia ini sering disebut manusia kerdil (dwarfisme) atau cebol yang terjadi karena faktor genetik dan kurangnya hormon pertumbuhan dalam tubuh.
Figur yang paling menonjol dari dwarfisme adalah bentuk dan ukuran tubuh. Di Bengkulu Selatan terdapat satu desa yaitu Palak Siring, yang memiliki populasi manusia kerdil yang cukup besar di Kecamatan Kedurang dan Padang Guci.
Stigma negatif mengenai dwarfisme masih sangat tinggi dalam masyarakat sehingga tak jarang masyarakat memarginalkan mereka atas dasar fisik mereka yang berbeda.
Dwarfisme juga sering menjadi sasaran pelecehan, cemooh, dan kekerasan dari anggota masyarakat saat bekerja, bepergian, atau saat menjalankan aktivitas kesehariannya sehingga tak jarang masyarakat memarginalkan mereka atas dasar fisik mereka yang berbeda.
"Dwarfisme juga sering menjadi sasaran pelecehan, cemooh, dan kekerasan dari anggota masyarakat saat bekerja, bepergian, atau saat menjalankan aktivitas kesehariannya," ujarnya seperti dikutip dari laman UNY, Kamis (7/10/2021).
Untuk itulah mahasiswa UNY berupaya mengubah stigma tersebut dengan meneliti keseharian para manusia kerdil di kecamatan ini.
Dikatakan Arif, mereka tertarik meneliti tentang dwarfisme karena di Desa Palak Siring manusia kerdil memiliki berbagai keunikan seperti mutasi gen dari pihak perempuan yang menyebabkan kondisi tubuh kerdil, serta tidak ada manusia kerdil yang bergender perempuan.
"Kami ingin menulis buku monograf dan video dokumenter terkait penerimaan diri, eksistensi, dan komunikasi manusia kerdil di desa ini," kata Arif.
Baca juga: Tinjau Tes CASN di UNY, Wali Kota Magelang: Rezeki Bukan dari PNS Saja
Harapannya agar sesama manusia dapat saling menghormati dan menghargai sekaligus mengenalkan pada masyarakat bahwa manusia kerdil itu ada dan mereka bangga akan kondisi yang dimiliki.
Dengan begitu pemerintah Bengkulu Selatan tetap memperhatikan manusia kerdil yang ada di wilayahnya agar tetap bisa diakui keberadaannya.
Giovani Eka Meilia menambahkan bahwa mereka menggunakan beberapa variabel dalam penelitian ini diantaranya:
Tentu sebagai alat untuk melihat dan mengetahui bagaimana kemampuan dalam komunikasi antar-pribadi.