Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pakar UGM: Tekan Banjir dengan Perlakukan Wilayah DAS Sesuai Fungsinya

Kompas.com - 09/11/2021, 07:00 WIB
Mahar Prastiwi,
Dian Ihsan

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Memasuki musim penghujan, ancaman bencana banjir biasa terjadi di beberapa daerah di Indonesia.

Banjir di sejumlah wilayah ini bisa terjadi karena adanya peningkatan intensitas curah hujan. Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) sebelumnya telah mengeluarkan informasi peringatan dini adanya fenomena La Nina yang melanda Indonesia sejak Agustus 2021 dan diperkirakan berkembang hingga Februari 2022.

Menurut BMKG, fenomena La Nina berdampak pada kenaikan intensitas hujan dan dapat memicu terjadinya bencana hidrometeorologi basah seperti banjir, banjir bandang, dan tanah longsor.

Menanggapi hal ini, Pengamat Hidrologi Hutan dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan Ekosistem Universitas Gadjah Mada (UGM) Hatma Suryatmojo mengungkapkan pendapatnya.

Baca juga: Wajib Tahu, Ini 7 Jurusan Sepi Peminat dengan Peluang Kerja Besar

Penyebab banjir

Dia mengatakan ada beberapa faktor yang menyebabkan banjir di Indonesia saat ini yaitu faktor hidrologis dan faktor aktivitas manusia.

Faktor hidrologis disebabkan oleh beberapa hal, yakni:

  • Perubahan kondisi hidrologis suatu wilayah akibat perubahan iklim.
  • Anomali cuaca seperti hujan dengan intensitas tinggi.
  • Badai dan siklon tropis.
  • Hujan monsoon.
  • Gelombang pasang.
  • Jebolnya tanggul atau dam.

Baca juga: PT Riung Mitra Lestari Buka Lowongan Kerja Lulusan S1/D4, Ayo Daftar

Banjir juga bisa disebabkan karena faktor aktivitas manusia. Seperti, adanya kebutuhan manusia untuk melakukan pembangunan dan pemanfaatan sumber daya alam, termasuk sumber daya hutan.

"Beberapa kegiatan tentu menjadi pemicu banjir. Seperti pembukaan lahan hutan, perubahan fungsi lahan, deforestasi, perkembangan urbanisasi dan penyempitan tubuh air (sungai) akibat kebutuhan pemukiman," terang Hatma seperti dikutip dari laman UGM, Senin (8/11/2021).

Dampak deforestasi

Menurutnya, deforestasi turut menyumbang dan menjadi salah satu faktor pemicu kejadian bencana hidrometeorologis, seperti banjir dan longsor.

Baca juga: 7 Alasan Mengapa Kuliah Itu Penting, Mahasiswa Perlu Tahu

Ada banyak faktor fisik alami yang dapat berpotensi menjadi pemicu kejadian bencana hidrometeorologis. Seperti faktor topografi dengan kemiringan lereng yang tinggi dan curah hujan ekstrem (biasanya lebih dari 100 mm).

Mengutip data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menunjukkan luas deforestasi Indonesia pada periode 2019-2020 mengalami penurunan sampai 75 persen. Atau sebesar 115,5 ribu hektare, dibandingkan periode 2018-2019 yang mencapai 462,5 ribu hektare.

Angka ini tentu meningkat bila dibandingkan periode 2017-2018 yang mencapai sebesar 439,4 ribu hektare. Sedangkan pada tahun 2016-2017 angkanya mencapai 480 ribu hektare. Pada periode 2015-2016, menjadi tahun yang memiliki angka deforestasi tertinggi dalam enam tahun terakhir, yaitu sebesar 629,2 ribu hektare.

"Artinya secara total, dalam kurun waktu 6 tahun, angka deforestasi mencapai 2,1 juta hektare. Meski begitu cukup wajar juga bila ada pernyataan laju deforestasi mengalami penurunan. Namun kejadian bencana hidrometeorologi masih tinggi," ungkap Hatma.

Baca juga: Peneliti UGM Bagikan Tips Berkendara Aman di Jalan Tol

 

Beri perhatian khusus pada DAS

Hal ini mengindikasikan banjir dan tanah longsor bisa dipengaruhi oleh faktor lain. Terutama pada perubahan pola penutupan dan pemanfaatan lahan yang mengganggu atau merubah fungsi dari kawasan tersebut.

Dosen Fakultas Kehutanan UGM ini mengimbau agar memberikan perhatian khusus terhadap perubahan daerah hulu Daerah Aliran Sungai (DAS) yang seharusnya memiliki peran penting sebagai fungsi lindung yang dibantu peran hidrologi dari kawasan bervegetasi (hutan).

Perubahan Daerah Aliran Sungai yang seharusnya untuk melindungi kawasan di bawahnya, kini banyak dirubah menjadi kawasan produksi. Seperti untuk pemukiman, budi daya intensif, dan lain-lain. Hal tersebut tentu akan menurunkan fungsi dari kawasan hulu.

Hatma menambahkan, semua individu wajib sadar bahwa manusia tinggal di dalam wilayah DAS. Tidak ada sejengkal tanah pun di daratan bumi yang tidak termasuk dalam wilayah DAS.

Baca juga: Bank Mandiri Buka Lowongan Kerja bagi Lulusan S1-S2, Buruan Daftar

Oleh karena itu, wajib memahami peran manusia sebagai warga DAS dengan melakukan apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan dalam wilayah DAS sesuai dengan fungsi kawasan dalam DAS.

"Memang sangat perlu mengedukasi seluruh lapisan masyarakat tentang peran penting DAS sebagai sistem penyangga kehidupan. Termasuk mendukung terwujudnya pembangunan berkelanjutan menjadi hal penting yang perlu dikuatkan dalam seluruh lini pendidikan," tegas Hatma.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com