KOMPAS.com - Indonesia termasuk negara yang rentan terjadi berbagai bencana. Apalagi letak Indonesia berada di jalur gempa teraktif di dunia karena dikelilingi Cincin Api Pasifik dan berada di atas tiga tumbukan lempeng benua, yakni, Indo-Australia dari sebelah selatan, Eurasia dari utara, dan Pasifik dari timur.
Menurut data BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana), dalam satu dekade belakangan, bencana alam dari tahun ke tahun bahkan semakin meningkat.
Awal November 2021, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) bahkan telah memperingatkan dampak cuaca ekstrem La Nina hingga Februari 2022.
Salah satu bencana yang cukup sering terjadi di Indonesia yakni bencana hidrologi. Bencana hidrologi merupakan bencana yang diakibatkan air bumi dan menyebabkan kerusakan baik oleh kualitas, pergerakan, hingga distribusi air. Bencana hidrologi ini bisa juga berupa banjir terjadi karena pasang air laut.
Baca juga: Agar Makin Pede Setelah Lulus, Undip Beri Pelatihan Soft Skills
Terjadinya bencana hidrologi ini ternyata cukup berpengaruh terhadap ketersediaan pangan di Indonesia. Setidaknya ada tujuh provinsi yang berperan besar dalam produksi komoditas pangan di tanah air.
Namun ketujuh provinsi tersebut juga memiliki indeks risiko bencana alam kategori tinggi. Yakni Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jawa Barat, Jawa Tengah, Kalimantan Selatan, Sulawesi Selatan, dan Maluku.
Mengambil latar belakang ini, Institut Pertanian Bogor (IPB) mengadakan diskusi Mitigasi Pangan Menghadapi Bencana Hidrologis: Ketersediaan Stok Pangan dan Perlindungan Petani.
Kegiatan ini diadakan berkat kerja sama Pusat Studi Bencana (PSB) IPB University dan Kementerian Pertanian.
Baca juga: Mahasiswa, Ini 3 Tips Berorganisasi di Kampus
Rektor IPB University, Prof. Arif Satria menjelaskan, sektor pertanian sangat penting untuk menjaga kelangsungan hidup manusia. Seharusnya krisis dan pandemi Covid-19 dijadikan momentum untuk mewujudkan kemandirian pangan.
Menurutnya, tema ini penting untuk didiskusikan agar bencana ini harus direspon dengan mitigasi-mitigasi yang efektif.
"Pusat Studi Bencana IPB University memiliki kekhasan dalam menangani masalah-masalah pertanian, kehutanan dalam mengatasi bencana," terang Prof. Arif Satria seperti dikutip dari laman IPB, Kamis (25/11/2021).
Sementara itu Kepala Pusat Studi Bencana, Lembaga Penelitian dan Pengabdian Doni Yusri mengungkapkan, mitigasi bencana bukan berarti harus menghindari bencana yang terjadi.
Baca juga: Intip Kisah Mahasiswa Unpad, Jadi Dalang Muda dengan Segudang Prestasi
Namun setidaknya dapat meminimalisir dampaknya. Dia menilik dari sisi rantai pasok dari pusat-pusat pelayanan bencana hingga distribusi ke konsumen.
"Kolaborasi aksi sangat penting. Ia optimis bahwa strategi mitigasi bencana di masa depan akan semakin maju," ujar Doni.
Masing-masing instansi memiliki program mitigasi bencana yang sebaiknya disatukan sebagai kolaborasi aksi. Future practice, lanjut Doni, dapat menjadi basis dalam hal mitigasi bencana.