Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dokter RSA UGM: Ini Tips Jaga Kesehatan Pendengaran Saat Pandemi

Kompas.com - 10/12/2021, 09:42 WIB
Albertus Adit

Penulis

KOMPAS.com - Selama hampir dua tahun ini, masyarakat sudah terbiasa dengan protokol kesehatan karena pandemi Covid-19. Maka tak heran jika semua aktivitas kebanyakan dilakukan dari rumah.

Hal tersebut menjadikan penggunaan earphone maupun headset menjadi lebih sering dari biasanya. Penggunaan alat-alat tersebut dalam jangka waktu lama biasanya akan berdampak pada kesehatan telinga dan pendengaran.

Menurut Dokter spesialis Telinga, Hidung, Tenggorokan, dan Kepala Leher (THT-KL) Rumah Sakit Akademik (RSA) Universitas Gadjah Mada (UGM), dr. Anton Sony Wibowo, Sp.T.H.T.K.L., M.Sc., FICS., pada beberapa kasus ditemukan gangguan pendengaran terkait penggunaan perangkat audio untuk mendengarkan suara langsung ke telinga.

Baca juga: Pakar Geologi UGM: Pengamatan Gunung Semeru Perlu Kombinasi Sejumlah Metode

Karenanya, ia memberikan tips jaga kesehatan pendengaran di masa pandemi Covid-19. Dikatakan, paparan suara dengan intensitas yang tinggi sangat berhubungan dengan gangguan pendengaran yang dikenal dengan sensorineural hearing loss dan telinga berdenging atau tinnitus.

Tak boleh lebihi 85 desibel

Terdapat rekomendasi suara berlebihan atau noise agar kesehatan pendengaran tetap terjaga. Menurut rekomendasi National Institute and Health suara tidak boleh melebihi 85 desibel di telinga kita selama 8 jam.

"Jadi, penggunaan sound devices yang aman yaitu dengan melakukan pengaturan volume di bawah 85 desibel dan diatur waktu penggunaanya tidak boleh terlalu lama," ujarnya dikutip dari laman UGM, Kamis (9/12/2021).

Dijelaskan, secara umum paparan suara yang semakin besar ditoleransi dengan pembatasan waktu paparan.

Baca juga: Dokter RSA UGM: Ini Orang yang Rentan Kena TBC dan Cara Mencegahnya

Misal menurut The National Institute for Occupational Safety and Health (NIOSH) direkomendasikan untuk intensitas 85 desibel selama 8 jam, 88 desibel hanya selama 4 jam, 91 desibel hanya 2 jam, dan 100 desibel hanya 15 menit harus mulai dilakukan program perlindungan untuk paparan suara.

Dosen FKKMK UGM ini menambahkan, secara umum gangguan pendengaran yang terkait dengan suara akan meningkat pada pasien dengan penyakit penyerta atau komorbid.

Beberapa diantaranya seperti:

1. diabetes melitus

2. hipertensi

3. dan penyakit metabolik lain

"Walaupun pasien tanpa komorbid, tetapi bila mengalami paparan dengan intensitas yang tinggi dan dalam jangka lama akan berhubungan dengan gangguan pendengaran dan tinnitus atau telinga berdenging," jelasnya.

Karenanya, ia mengimbau masyarakat untuk menjaga kesehatan pendengaran saat penggunaan perangkat audio dengan melakukan pembatasan pemakaiannya dengan tingkat suara level tertentu.

Selain itu, pembatasan waktu penggunaan atau tidak terlalu lama dan meningkatkan kesehatan secara umum guna mengurangi dampak negatif paparan suara yang terlalu keras dan lama.

Baca juga: Dokter RSA UGM: Ini Cara Deteksi Dini Kanker Paru

Maka, menurutnya ada pembatasan penggunaan sound devices dengan tingkat sound level tertentu dan tidak terlalu lama. "Ada dosis maksimal untuk paparan suara keras, dan dalam waktu tertentu," jelasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau