KOMPAS.com - Sebelum memulai aktvitas di pagi hari, disarankan untuk sarapan agar tubuh memiliki energi.
Sarapan bisa dilakukan dengan cara mengonsumsi makanan yang sederhana. Misalnya roti, buah-buahan, telur atau bubur.
Meski punya banyak manfaat, namun sayangnya sarapan belum menjadi kebiasaan bagi masyarakat di Indonesia, khususnya di kalangan anak-anak.
Ada beberapa dampak kurang bagus bagi anak-anak yang sering melewatkan sarapan sebelum memulai beraktivitas.
Baca juga: Jurusan Saintek-Soshum Paling Ketat Jalur SNMPTN, Yuk Intip Peluangmu
Hal ini disampaikan Ahli Gizi Universitas Gadjah Mada (UGM) Mirza Hapsari Sakti Titis Penggalih. Dia mengatakan, sarapan masih belum menjadi kebiasaan di Indonesia, khususnya di kalangan anak-anak.
"Hampir separuh anak-anak di Indonesia belum menjadikan sarapan sebagai suatu kebiasaan dengan berbagai alasan. Seperti keburu berangkat sekolah atau tidak sempat menyiapkan sarapan karena ibunya keburu berangkat kerja," terang Mirza seperti dikutip dari laman UGM, Sabtu (19/2/2022).
Data Survei Diet Total (SDT) Badan Litbangkes Kementerian Kesehatan RI tahun 2020 menunjukkan dari 25.000 anak usia 6-12 tahun di 34 provinsi terdapat 47,7 persen anak belum memenuhi kebutuhan energi minimal saat sarapan.
Baca juga: Dibuka Pukul 15.00 WIB, Ini Daftar PTN dan Politeknik di SNMPTN 2022
Bahkan, 66,8 persen anak sarapan dengan kualitas gizi rendah atau belum terpenuhi kebutuhan gizinya terutama asupan vitamin dan mineral.
Mirza menerangkan, anak usia sekolah membutuhkan 1.550 kalori per hari mulai dari karbohidrat, protein, lemak, vitamin serta mineral. Sementara itu, kebutuhan kalori saat sarapan tidaklah besar sekitar 300 kalori.
"Namun, sebagian besar anak Indonesia gagal memenuhi kebutuhan kalori saat sarapan karena asupan gizi yang tidak seimbang," papar Mirza.
Baca juga: Lowongan Kerja Perusahaan Tambang Bauksit bagi Lulusan S1, Tertarik?
Mirza mengungkapkan, apabila kebutuhan kalori saat sarapan tidak terpenuhi akan berdampak pada fungsi otak dalam memori pelajaran di sekolah.
Ada dampak bagi anak yang tidak memiliki kebiasaan sarapan, seperti:
1. Kurang bisa berkonsentrasi saat belajar karena otak tidak mendapat cukup energi.
2. Memengaruhi pertumbuhan dan status gizi anak.
"Edukasi sarapan menjadi penting. Penyediaan sarapan bagi anak dilakukan dengan menganut gizi seimbang," imbuh Mirza.
Baca juga: Astra Isuzu Buka Lowongan Kerja D3-S1, Buruan Daftar
Dia memberi saran, pilih sarapan yang mudah disiapkan. Namun tetap memenuhi prinsip gizi seimbang.
"Contoh menu sederhana seperti nasi atau roti ditambah telor, buah dan susu ini sudah cukup memenuhi kebutuhan kalori," tutup Mirza.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.