KOMPAS.com - Fenomena hujan es bukan menjadi hal baru di Indonesia. Seperti yang terjadi di Surabaya belum lama ini yang dihebohkan dengan fenomena hujan es.
Hujan es di Surabaya turun bersamaan dengan hujan deras dan angin kencang pada Senin (21/2/2022) silam.
Selain menyebabkan kerusakan fisik di sejumlah fasilitas umum dan pribadi, hujan es disertai angin kencang ini juga memberi dampak bagi tercemarnya kualitas udara ambien.
Kepala Departemen Teknik Lingkungan Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Arie Dipareza Syafei mengimbau masyarakat untuk tidak panik menghadapi fenomena hujan es.
Baca juga: Siswa, Intip 20 Jurusan SMK Paling Diminati dan Bergaji Tinggi
Menurutnya hujan es sebenarnya memiliki kandungan yang tidak jauh berbeda dengan hujan biasa.
"Hanya berbeda bentuk, yang satu air, yang satu padat," kata Arie seperti dikutip dari akun Instagram resmi ITS, Rabu (23/2/2022).
Arie membenarkan bahwa hujan es membawa polutan dari atmosfer. Bukan sekadar membawa partikel debu yang berukuran kecil.
Dia mengungkapkan bahwa hujan es juga mengandung gas-gas emisi seperti:
1. Nitrogen dioksida
2. Sulfur dioksida
3. Karbon monoksida.
Baca juga: Adaro Energy Buka Lowongan Kerja D3/S1 Fresh Graduate, Yuk Daftar
Arie menuturkan, hujan memang membawa polutan karena zat-zat emisi dari bumi akan bertumbukan dan menempel dengan droplet air yang ada di atmosfer.
"Dalam kasus hujan es, campuran air tersebut mengalami kristalisasi akibat pergerakan udara yang mempengaruhi suhu," jelasnya.
Menurut dia, hujan es biasanya disertai angin kencang. Sehingga hal yang harus diwaspadai adalah sebaran polutan yang meluas.
"Turbulensi angin akan mempercepat proses pengenceran polutan. Maksudnya, gugus-gugus emisi yang ada dalam hujan es akan terdispersi secara lebih cepat dan luas," imbuh pria yang menekuni bidang pencemaran udara dan perubahan iklim ini.
Baca juga: Pakar UM Surabaya Ungkap Bahaya Penggunaan Minyak Goreng Berulang Kali
Arie menambahkan, pengalaman menyaksikan hujan es membuat masyarakat lebih berhati-hati dan teredukasi.
"Masyarakat harus sadar bahwa dalam bongkahan-bongkahan es tersebut terkandung senyawa polutan yang tidak ramah bagi lingkungan dan kesehatan. Jangan mentang-mentang hujan es, dipakai untuk minum es teh," tutur Arie.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.