Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kasus Pengeroyokan Ade Armando, Begini Kata Pakar UB

Kompas.com - 13/04/2022, 09:41 WIB
Sandra Desi Caesaria,
Dian Ihsan

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Ade Armando mengalami kasus pengeroyokan saat aksi demonstrasi yang dilakukan mahasiswa di depan Gedung DPR/MPR RI di Jakarta.

Padahal, pria yang merupakan pegiat sosial media (sosmed) dan salah satu dosen UI itu turut ikut menyuarakan demo yang disampaikan para mahasiswa di bawah naungan BEM SI.

Adanya kasus pengeroyokan yang menimpa Ade Armando, membuat Ketua Departemen Ilmu Komunikasi Universitas Brawijaya (UB), Rachmat Kriyantono angkat suara.

Rachmat menyesalkan kejadian pengeroyokan tersebut.

"Apapun alasannya, tindakan pemukulan, pengeroyokan hingga melakukan tindakan menelanjangi Ade Armando adalah perilaku di luar batas manusiawi. Tidak pantas dilakukan siapa pun. Apalagi kejadian dilakukan di bulan suci Ramadan ini," ucapnya dilansir dari rilis FISIP UB.

Dia menyatakan, demonstrasi telah dilindungi sebagai hak kebebasan berpendapat sebagai ruh demokrasi.

Namun cara menyampaikan pendapat dan apa saja isu yang bisa disampaikan juga ada aturannya.

"Demokrasi itu bukan hanya kebebasan individu tetapi juga tentang menghormati hak orang lain," tegasnya.

Baca juga: Bank BTN Buka Lowongan Kerja bagi Lulusan S1-S2, Segera Daftar

Ade Armando, kata Rachmat, sebenarnya konsisten menentang wacana tiga periode presiden dan pemilu ditunda.

Artinya, dia satu pihak dengan demonstran.

"Berarti, ini merupakan cermin komunikasi politik kebencian," sesal Pakar UB ini. 

Komunikasi politik kebencian ini menurut Rachmat sudah muncul sejak pilpres 2014, dan terus memuncak saat pilkada DKI pada 2017 dan pilpres 2019.

"Anak bangsa saling serang bukan pada gagasan, tetapi pada aspek SARA yang cenderung negatif dlm suatu kampanye politik identitas yang negative," tuturnya.

Alumni S3 University of Western Australia ini menilai jika motif pengeroyokan itu karena pemikiran Ade di channel YouTube miliknya cenderung berbeda pendapat dengan oposisi, mestinya perbedaan itu esensi demokrasi yang harus saling dihormati.

"Perbedaan itu mestinya dilawan dengan menyampaikan konter informasi. Ada prinsip demokrasi yang penting, yakni lawanlah informasi dengan informasi, tentu Data based information bukan hoaks," tegasnya.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau