Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Minyak Goreng Masih Mahal, Dosen UNY Beri Alternatif Ini

Kompas.com - 01/05/2022, 06:07 WIB
Sandra Desi Caesaria,
Albertus Adit

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Sudah menjadi kebiasaan, masyarakat Indonesia sulit terlepas dari kebutuhan pokok jenis minyak goreng.

Dalam kehidupan sehari-hari minyak goreng dicari oleh hampir seluruh masyarakat Indonesia, baik yang berada di perkotaan maupun perdesaan tanpa memandang status ekonomi.

Minyak goreng digunakan untuk memasak, misalnya menumis atau menggoreng dalam jumlah yang sedikit maupun banyak.

Beberapa bahan makanan tertentu akan semakin sedap aromanya, juga menimbulkan warna khas jika terlebih dahulu digoreng.

Baca juga: Peneliti UM Surabaya Beri Tips Bedakan Minyak Goreng Asli dan Palsu

Guru Besar Fakultas Teknik Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) Prof. Marwanti mengatakan, pada kenyataannya masyarakat Indonesia sudah ketergantungan minyak goreng sejak dulu.

Para orang terdahulu menggunakan minyak kelapa atau minyak kelentik, untuk dijadikan sebagai minyak goreng.

Kemungkinan karena hal itu hampir seluruh kebiasaan hidup atau kebiasaan makan orang Indonesia tidak bisa lepas dari minyak goreng.

Marwanti mencontohkan sejak bangun tidur pagi masyarakat lokal sudah disuguhi kopi sembari memakan kudapan gorengan.

Beberapa lauk pauk juga menyajikan makanan berupa ikan goreng, ayam goreng, tempe goreng, atau minimal kerupuk yang digoreng.

“Bahkan dalam kondisi minimal, ketika bahan-bahan mentah untuk sambal saja sebagian digoreng dulu sebelum diulek,” katanya, dilansir dari laman UNY.

Sekarang ini juga banyak produk kudapan yang dibuat dari bahan sayuran dan buah-buahan yang digoreng.

Marwanti menjelaskan, persenyawaan dengan minyak goreng berlangsung dari pagi sampai sore bahkan malam.

Baca juga: 3 Jurus Pakar Ekonomi Unair Atasi Kelangkaan Minyak Goreng

Bahkan ketika rapat kantor, atau sekadar nongkrong di kafe atau warung kopi, camilan gorengan itu mesti menjadi ‘teman’ yang wajib menyertai.

Maka menurutnya sangat wajar jika para pemilik modal begitu antusias dengan bisnis yang selalu licin ini.

"Artinya, bisa dikatakan bahwa kebudayaan kita tidak bisa dilepaskan dari minyak goreng ini baik langsung atau tidak langsung," jelasnya.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau