Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Guru Penggerak: Tugas Guru Menuntun Murid, Bukan Menuntut Nilai Tinggi

Kompas.com - 28/06/2022, 14:26 WIB
Ayunda Pininta Kasih

Penulis

KOMPAS.com - Menjadikan siswa sebagai pusat pembelajaran dapat memberi ruang lebih bagi anak untuk meniti sukses sesuai dengan potensi diri.

Pola pembelajaran yang sebelumnya menuntut guru dan siswa untuk mencapai kriteria ketuntasan minimal, dinilai kurang sejalan dengan pemikiran Ki Hadjar Dewantara, bahwa anak semestinya tumbuh sesuai dengan kodratnya.

Inilah yang dirasakan Andi Fahri, seorang guru kimia SMA Plus Budi Utomo, Makassar, Sulawesi Selatan.

Fahri kini memahami bahwa tugasnya sebagai guru tidak lain hanyalah menuntun murid untuk menemukan minat, bakat, dan kompetensinya. Bukan menuntut nilai tinggi.

Baca juga: Kisah Guru Betty, Raih Penghargaan Internasional karena Empati Tinggi

“Ada satu kata yang menyadarkan saya, yaitu menuntun. Di sini saya mendapatkan pengalaman belajar bahwa dulu saya memaksakan kepada murid untuk bisa, harus tahu, dan nilai tinggi. Tetapi setelah mengikuti pendidikan guru penggerak, saya dapat pembelajaran bahwa sebagai guru saya seharusnya menuntun bukan menuntut,” ujarnya dilansir dari laman GTK Kemendikbud Ristek.

"Layaknya petani, kalau ingin mendapatkan padi yang bagus harus dirawat dan dipupuk. Begitu juga murid," imbuh dia.

Selama masa pendidikan guru penggerak, Fahri mendapatkan modul yang membantunya untuk belajar lagi menjadi guru dengan cara pandang baru.

Motivasinya semakin tinggi saat membaca dan merefleksi bagian pemikiran Ki Hadjar Dewantara, bahwa anak tumbuh sesuai dengan kodratnya.

"Bukan dengan memaksa untuk menyelesaikan pembelajaran di level yang sama," jelas dia.

Fahri menceritakan, selama dalam pendidikan, ia mendapat materi tentang pembelajaran berdiferensiasi.

Baca juga: Cerita Guru Kiswanto Mengajar Jarak Jauh Murid SD Tanpa Internet

Siswa digali kebutuhannya melalui asesmen diagnostik kognitif untuk mengetahui minat, bakat, dan kompetensi yang dimiliki, dan asesmen diagnostik nonkognitif untuk mengetahui latar belakang sosial budayanya sekaligus cara apa yang paling tepat untuk pembelajaran anak tersebut.

“Jadi kita tahu anak ini minatnya apa, dia bagusnya di bidang apa, dan bagaimana cara memaksimalkan potensinya,” katanya.

Tak hanya siswa, guru pun didorong untuk melakukan sesuatu yang baru dan berbeda.
Dalam pendidikan guru penggerak, kata Fahri, dirinya tidak hanya dituntut untuk memimpin diri, tapi juga untuk memaksimalkan aset dan potensi sekolah.

Selain Fahri, guru penggerak dari SMP Negeri 7 Makassar, Nasmur juga bercerita tentang bagaimana ia dan rekannya "menghamba" para murid.

Ia menyebut, kalimat menghamba pada murid yang ia kutip dari Ki Hadjar Dewantara, artinya guru bukan mengajari murid, tapi lebih kepada memenuhi keinginan murid dalam belajar.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau