Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Belajar dari Gempa Cianjur, Peneliti Uper Petakan Potensi Gempa Cisolok

Kompas.com - 28/11/2022, 14:00 WIB
Sandra Desi Caesaria,
Ayunda Pininta Kasih

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) hingga Rabu sore (23/11/2023), tercatat telah terjadi 171 gempa susulan di Cianjur. 

Gempa susulan ini muncul setelah sebelumnya terjadi gempa dengan kekuatan 5,6 magnitudo pada Senin (21/11/2023) yang terasa hingga kawasan Jabodetabek. 

Gempa bumi ini diperkirakan merupakan gempa tektonik yang dipengaruhi oleh adanya pergerakan sesar Cimandiri.

Berdasarkan studi dari Pusat Gempa Nasional, sesar Cimandiri terbentang dari teluk Pelabuhan Ratu hingga Tangkuban Perahu. Sejarah mencatat setidaknya telah terjadi tiga kali gempa berkekuatan hingga 5,5 magnitudo sejak tahun 1982. 

Baca juga: Pakar UGM: Gempa di Darat Guncangannya Lebih Besar Dibanding di Laut

Melihat besarnya potensi bahaya tektonik yang terdapat di wilayah Jawa Barat, Dosen Program Studi Teknik Geofisika Universitas Pertamina Soni Satiawan dan beberapa mahasiswa melakukan pemetaan potensi bencana alam dan sosialisasi kepada masyarakat di wilayah Ciletuh-Pelabuhan Ratu Geopark.

“Kawasan Ciletuh-Pelabuhan Ratu Geopark merupakan situs geologi dengan konsep perlindungan, pendidikan, dan pembangunan berkelanjutan. Meskipun memiliki potensi wisata yang cukup besar, namun karena terletak tepat di zona subduksi Jawa Barat bagian selatan dan sesar Cimandiri, kawasan ini juga memiliki potensi bencana alam" jelas Soni.

Secara geografis, Pulau Jawa bagian selatan terletak di zona subduksi atau zona pertemuan antara lempeng samudera dan lempeng benua. 

Baca juga: 6 Hal yang Harus Dilakukan Orangtua Saat Gempa agar Anak Selamat

Akibat adanya perbedaan massa jenis, Soni menambahkan, pertemuan lempeng samudera dan lempeng benua akan lebih sering menghasilkan pergerakan dan menyebabkan patahan. 

Sesar Cimandiri merupakan patahan yang paling dekat dengan zona subduksi.

Melalui kegiatan kuliah lapangan, mahasiswa punya kesempatan melakukan observasi visual bebatuan dan pengukuran terhadap pergerakan bawah tanah di Geyser Cisolok

Kegiatan pengukuran ini menggunakan instrumentasi yang dimiliki program studi, yakni menggunakan metode magnetik, resistivitas dan polarisasi terimbas (IP), ground penetrating radar (GPR), metode seismik refraksi, metode pasif seismik, dan GPS Geodetik.

Melalui metode tersebut, didapatkan nilai indeks kerentanan tanah di Desa Cisolok dan sekitarnya. 

Menurut Muhammad Fajar Rahmani, salah satu mahasiswa peserta kuliah lapangan, indeks kerentanan tanah di sekitar Desa Cisolok berbeda-beda. 

"Terdapat beberapa titik yang indeks kerentanannya tinggi. Sehingga hasil interpretasi kami, jika terjadi gempa bumi, titik-titik tersebut diperkirakan memiliki tingkat kerusakan yang cukup parah" ungkapnya.

Salah satu parameter yang digunakan untuk menilai indeks kerentanan tanah adalah jenis batuan yang tersusun di daerah setempat. 

Baca juga: Saat Terjadi Gempa Bumi, Siswa Harus Ingat 7 Hal Ini

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com