KOMPAS.com - Hasil penilaian kebutuhan cepat (rapid need assessment/RNA) yang dilakukan Tim Tanggap Darurat Plan Indonesia mendapati, banyak anak yang merasa tertekan dan takut akibat peristiwa gempa bumi berkekuatan 5,6 magnitude di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, Senin (21/11/2022) lalu.
Direktur Eksekutif Plan Indonesia Dini Widiastuti, Selasa (29/11/2022) mengatakan, banyak anak yang merasa tertekan dan takut karena umumnya anak-anak melihat bangunan sekolah mereka runtuh, serta menyaksikan teman-teman mereka tertimpa bangunan yang roboh diguncang gempa.
"Namun, mereka juga menyatakan motivasi yang tinggi untuk segera kembali ke sekolah dengan bangunan yang lebih aman dan kuat,” kata Dini dalam keterangan resmi.
Baca juga: Cerita Mahasiswa Jadi Relawan Gempa Cianjur: Lebih Peka pada Sesama
Meski begitu, sekitar 524 sekolah juga ditemukan rusak serta tidak terlihat adanya tempat belajar sementara. Mengakibatkan snak-anak kehilangan bahan belajar, seragam sekolah, mainan hingga barang-barang berharga.
“Anak-anak kehilangan bahan belajar, seragam sekolah, mainan dan barang-barang berharga mereka. Mereka juga tidak memiliki kegiatan untuk dilakukan karena sekolah ditutup dan tidak ada kegiatan belajar mengajar yang diadakan di ruang belajar sementara,” ungkap Dini.
RNA juga menemukan, anak-anak merasa tidak aman saat tinggal di kamp pengungsian. Tidak adanya pemisahan ruangan antara laki-laki dan perempuan, serta lampu penerangan yang terbatas, anak-anak dan perempuan rawan mengalami kekerasan.
Pasalnya, dengan jumlah tenda sebanyak 47 buah, diperkirakan saat ini 800-900 orang tinggal di titik pengungsian. Termasuk belum adanya informasi tentang mekanisme pelaporan dan penanganan kekerasan yang mudah diakses.
Keterbatasan air dan toilet di lokasi bencana juga rawan menimbulkan gangguan kebersihan dan kesehatan bagi anak-anak.
Baca juga: 4 Beasiswa S2-S3 Luar Negeri dengan Uang Saku Rp 300 Juta Per Tahun
“Anak-anak mengalami kesulitan mengganti pakaian dalam, bra, serta menjaga kebersihan menstruasi karena terbatasnya pakaian dalam dan pembalut yang tersedia,” lanjut Dini.
Oleh karena itu, tambah Dini, sebagai lembaga yang berfokus pada perlindungan hak anak dan kesetaraan anak perempuan, Plan Indonesia merekomendasikan dua hal mendesak untuk diberikan kepada warga terdampak gempa, khususnya anak-anak.
Pertama, memberikan bantuan di bidang pendidikan, perlindungan anak, air, sanitasi, dan hygiene (WASH) untuk jangka waktu sampai tiga bulan, berdasarkan kebutuhan-kebutuhan khusus di atas. Kedua, upaya tersebut dilanjutkan ke fase pemulihan.
"Khususnya mengembangkan sekolah tangguh bencana (resilient school) yang mengandung tiga komponen yaitu fasilitas sekolah yang aman, manajemen sekolah yang aman, dan pendidikan kesiapsiagaan dan tangguh bencana,” ujar Dini.
Plan Indonesia juga memberikan dukungan psikososial (psychosocial support) bagi anak-anak terdampak gempa bumi di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, yang saat ini berada di sejumlah tenda pengungsian.
Dini mengatakan, dukungan psikososial telah berlangsung sejak 24 November hingga 2 Desember 2022, khususnya di Kecamatan Cugenang.
Metode yang digunakan Plan dalam hal ini adalah 3L, yaitu look, listen, and link. Sebanyak 200 anak yang tinggal di lokasi pengungsian mengikuti kegiatan pendampingan psikososial ini.