Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Psikolog UGM: Cemas akan Pendapat Orang Lain? Ini Cara Mencegahnya

Kompas.com - 20/05/2023, 08:34 WIB
Albertus Adit

Penulis

Sumber UGM

KOMPAS.com - Terkadang, seseorang merasa cemas akan pendapat orang lain. Apalagi pendapat atau perkataan dari media sosial.

Jika kamu merasa seperti itu, bisa jadi kamu mengalami FOPO atau Fear of Other People’s Opinions. Ketakutan terhadap pendapat orang lain ini tentunya bisa mengganggu kehidupan jika muncul secara terus menerus.

Terkait hal itu, Psikolog Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, T. Novi Poespita Candra, S.Psi., M.Si., Ph.D., Psikolog., memberikan penjelasan.

Menurutnya, saat ini FOPO telah menjadi fenomena di masyarakat tanah air. Bahkan, dalam beberapa waktu terakhir fenomena ini menunjukkan kecenderungan yang semakin meningkat.

Baca juga: Guru Besar UGM: Kini, Alat Utama Pembelajaran Bukan dari Buku

"Ditambah dengan penggunaan media sosial menjadi salah satu pemicu orang-orang mengalami FOPO," ujarnya dikutip dari laman UGM, Senin (15/5/2023).

"Melalui media sosial ini pendapat orang semakin terbuka, imagenya terbuka, meskipun ada beberapa orang yang memang selalu khawatir dengan pendapat orang sejak dulu," imbuh dia.

Ternyata, di Indonesia FOPO dibentuk oleh budaya dan pendidikan. Budaya feodalisme dan konfromitas yang masih lekat di masyarakat berkontribusi kuat terhadap terbentuknya FOPO pada manusia-manusia Indonesia.

Budaya feodal misalnya senior mengatur persepsi publik ini. Lalu, soal konfromitas, dari kecil anak-anak diajari punya pemikiran selalu sama.

"Jika berbeda sedikit saja akan dibilang aneh karena sudah dibiasakan dengan keseragaman," kata Dosen Fakultas Psikologi UGM ini.

Karena pendidikan yang ada menyeragamkan semua individu, pada akhirnya menjadikan manusia-manusia Indonesia menjadi lebih mementingkan pendapat atau pikiran orang lain tentang dirinya dibandingkan pendapatnya sendiri akan dirinya.

Ia memberi contoh, banyak diskusi dan obrolan terkait parameter kesuksesan bagi anak muda. Jadi, anak muda dianggap sukses jika di usia 20-an tahun sudah memiliki penghasilan atau usaha sendiri. Karena wacana di media sosial tersebut orang mulai membandingkan dirinya.

Baca juga: Webinar UGM: Pentingnya Gizi Seimbang dengan Menerapkan Isi Piringku

"Akhirnya membandingkan dirinya, sudah usia 30 tahun tetapi belum ada bisnis sendiri dan mulai insecure karena hidup tidak sesuai harapan kebanyakan orang," tuturnya.

Ternyata, kata Novi, kondisi ini terjadi karena seseorang belum memiliki kesadaran akan identitas diri sendiri.

Di usia remaja seseorang harus mengenal dirinya, jika diberikan ruang untuk mengenal dirinya maka akan memiliki kesadaran diri terhadap dirinya.

Jika kesadaran diri ini sudah dimiliki, maka identitas diri bisa terbentuk baik sehingga tidak akan cemas pendapat orang lain dan tidak takut berbeda.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Selamat, Kamu Pembaca Terpilih!
Nikmati gratis akses Kompas.com+ selama 3 hari.

Mengapa bergabung dengan membership Kompas.com+?

  • Baca semua berita tanpa iklan
  • Baca artikel tanpa pindah halaman
  • Akses lebih cepat
  • Akses membership dari berbagai platform
Pilihan Tepat!
Kami siap antarkan berita premium, teraktual tanpa iklan.
Masuk untuk aktivasi
atau
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau