Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Malas Gerak? Dosen UM Surabaya: Ini 5 Penyakit yang Mengintai

Kompas.com - 22/05/2023, 21:17 WIB
Albertus Adit

Penulis

KOMPAS.com - Sebelum teknologi semakin berkembang, banyak orang yang beraktivitas fisik dengan bergerak. Misalnya saja berjalan kaki.

Tapi saat ini setelah ada kendaraan, orang lebih bergantung pada kendaraan. Bahkan dengan adanya gawai atau ponsel pintar semakin memudahkan segalanya.

Tak heran kini muncul istilah "mager" atau malas gerak. Karena semua bisa dilakukan hanya dengan alat yang canggih.

Bagi anak-anak, sekarang juga lebih banyak menghabiskan waktunya dengan bermain gawai, tidak bermain ke luar rumah bersama teman-temannya.

Baca juga: Dosen UM Surabaya: Gigi Rusak karena 5 Makanan dan Minuman Ini

Fenomena kurang gerak belakangan ini juga lebih populer dengan kata rebahan. Rebahan yang terlalu lama membuat metabolisme dalam tubuh menjadi lambat.

Sehingga tubuh kurang bertenaga hingga akibatnya tubuh pun menjadi semakin malas berpikir dan beraktivitas.

Terkait hal itu, dosen Fakultas Ilmu Kesehatan (FIK) UM Surabaya, Firman, mengatakan, aktivitas fisik yang dilakukan oleh masyarakat kini rendah, maka tingkat kebugaran fisik juga akan rendah.

Selain itu karena kebugaran fisik yang rendah juga bisa membuat tubuh menjadi lebih gampang mengalami kecemasan, stres hingga depresi.

Tak hanya itu saja, banyak penelitian menjelaskan bahwa ketika tubuh kurang gerak atau kurang melakukan aktivitas fisik, maka bisa mengalami risiko penyakit tidak menular lebih tinggi ketimbang mereka yang sering melakukan aktivitas fisik.

Dari total jumlah kematian di Indonesia, 71 persen akibat penyakit tidak menular seperti penyakit jantung, stroke, ginjal, hipertensi dan diabetes.

Penyakit akibat kurang gerak

Adapun beberapa penyakit yang paling sering terjadi akibat kurang melakukan aktivitas fisik, yakni:

1. Obesitas

Ketika tubuh kurang gerak maka sirkulasi darah dalam tubuh menjadi tidak lancar, kemudian metabolisme dalam tubuh menjadi lambat, akhirnya energi yang dihasilkan oleh tubuh juga rendah.

Akibatnya mekanisme dalam tubuh memberikan stimulus melalui hipotalamus untuk mengonsumsi makanan lebih banyak dari biasanya.

Baca juga: Sering Makan Sehari Sekali? Ahli Gizi UM Surabaya: Bisa Picu 4 Hal Ini

Pada saat yang sama hormon leptin dan ghrelin berperan menimbulkan rasa lapar dan melebarkan lambung supaya bisa menampung makanan lebih banyak, sehingga dari sini bisa terjadi penimbunan lemak dalam tubuh, dan jika terjadi terus menerus bisa menyebabkan obesitas.

2. Hipertensi

Kasus hipertensi atau darah tinggi saat ini makin meningkat. Menurut Riskesdas tahun 2018, kasus hipertensi meningkat sebanyak 34 persen, dibandingkan kasus sebelumnya pada tahun 2013 yaitu sebanyak 14,5 persen.

"Penyakit hipertensi di kalangan akademisi dan klinisi disebut sebagai silent disease, karena darah tinggi menjadi salah satu penyebab utama terjadinya stroke dan serangan jantung," ujarnya dikutip dari laman UM Surabaya, Senin (22/5/2023).

"Namun sebetulnya sepertiga dari kasus hipertensi bisa dicegah dengan cara meningkatkan aktivitas fisik," imbuh Firman.

3. Penyakit jantung

Saat aktivitas fisik rendah maka metabolisme lemak menghasilkan LDL (kolesterol jahat) akan meningkat, sehingga terjadi penumpukan lemak darah ke dinding pembuluh darah secara masif.

Akibatnya menimbulkan kerusakan sehingga bisa berisiko tinggi terjadiya serangan jantung.

4. Diabetes melitus atau kencing manis

Sedang penyakit akibat kurang gerak berikutnya ialah diabetes. Asupan makanan yang dikonsumsi tidak diolah oleh tubuh dengan baik menjadi energi karena kurang ativitas fisik, akibatnya terjadi penumpukan lemak dalam tubuh.

Ketika jumlah lemak tinggi bisa menyebabkan resistensi terhadap insulin dan tidak berfungsi dengan baik, akibatnya terjadi peningkatan gula dalam darah.

Baca juga: Dosen UM Surabaya: Ini Dampak dan Cara Mangatasi Body Shaming

5. Penyakit osteoatritis atau nyeri sendi

Osteoatritis merupakan salah satu penyakit degeneratif yang sering dialami pada usia lebih dari 50 tahun.

Nyeri sendi bisa disebabkan karena kerusakan struktur sendi, kelemahan otot dan tendon, dan sendi yang paling sering mengalami nyeri adalah sendi lutut, panggul dan tulang belakang.

"Padahal bila dengan melakukan aktivitas rutin dapat menjaga kekuatan otot dan tulang, sehingga bisa mencegah nyeri sendi," jelas dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Selamat, Kamu Pembaca Terpilih!
Nikmati gratis akses Kompas.com+ selama 3 hari.

Mengapa bergabung dengan membership Kompas.com+?

  • Baca semua berita tanpa iklan
  • Baca artikel tanpa pindah halaman
  • Akses lebih cepat
  • Akses membership dari berbagai platform
Pilihan Tepat!
Kami siap antarkan berita premium, teraktual tanpa iklan.
Masuk untuk aktivasi
atau
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau