Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sejarah Lubang Buaya, Info bagi Siswa Balajar Sejarah G-30-S PKI

Kompas.com - 29/09/2023, 14:17 WIB
Albertus Adit

Penulis

KOMPAS.com - Pada 30 September 1965 menjadi peristiwa bersejarah bagi bangsa Indonesia. Karena terjadi pemberontakan dari Partai Komunis Indonesia (PKI).

Peristiwa tersebut dikenal dengan Gerakan 30 September (G-30-S) PKI. Tentu, hal itu juga berhubungan dengan lubang buaya.

Bagi siswa sekolah yang sedang belajar sejarah, tentu harus paham sejarah lubang buaya yang identik dengan tragedi berdarah.

Dilansir dari laman Bina Qurani Islamic Boarding School, berikut ini informasi sejarah lubang buaya dari dua sisi.

Baca juga: G-30-S PKI: Ini Sejarah, Kronologi, Tujuan, dan Tokoh yang Gugur

Sejarah lubang buaya dari namanya

Sebelum terjadi peristiwa G-30-S PKI, daerah ini dari dulu memang sudah bernama lubang buaya. Lubang buaya adalah sebuah kelurahan yang terletak di Kecamatan Cipayung, Kota Jakarta Timur.

Adapun secara geografis, Kelurahan Lubang Buaya berbatasan langsung dengan Kelurahan Halim Perdana Kusuma di sebelah utara, Kelurahan Bambu Apus dan Pinang Ranti di sebelah barat, Desa Jati Rahayu Pondok Gede, Bekasi di sebelah timur, dan berbatasan dengan Kelurahan Setu di sebelah selatan.

Menurut cerita dari warga sekitar, daerah ini merupakan sebuah tempat yang dulunya didiami oleh masyarakat yang berasal dari Cirebon. Sejarah lubang buaya ini diawali dari terjadinya banjir yang merendam wilayah itu.

Tapi sebelum banjir, banyak warga yang tinggal dan mendiami wilayah itu. Namun, ketika banjir melanda warga yang tinggal di wilayah itu kemudian menggunakan rakit untuk menyelamatkan diri.

Saat mereka mendayung rakit, seketika dayung yang mereka gunakan tidak bisa bergerak. Mereka kemudian meninggalkan dayung tersebut dan akhirnya menjalankan getek dengan menggunakan tangan mereka.

Usai banjir surut, ternyata diketahui bahwa ada buaya yang memakan dayung tersebut disebabkan karena kelaparan.

Baca juga: Siswa, Seperti Ini Sejarah Tanam Paksa

Sehingga munculah ungkapan-ungkapan warga setempat yang mengatakan, "Jangan dekat-dekat ke daerah itu, di situ ada buaya yang memakan gayung, ada lubang buaya".

Sehingga, semakin lama masyarakat setempat pun menamakan daerah tersebut sebagai lubang buaya. Begitulah sejarah lubang buaya yang diceritakan oleh masyarakat yang tinggal di sekitar wilayah itu.

Selain kisah di atas, sejarah lubang buaya juga tercatat sangat berkaitan erat dengan peristiwa G-30-S PKI.

Sejarah lubang buaya terkait G-30-S PKI

Sedangkan terkait peristiwa G-30-S PKI tentu ini berkaitan dengan adanya sebuah tragedi berdarah yang dilakukan oleh sekelompok penghiatan yang menamakan dirinya sebagai Komunis.

Adapun lubang buaya merupakan saksi bisu atas terjadinya tragedi pembantaian besar yang dilakukan oleh gerakan kiri di Indonesia pada masa itu.

Dalam tragedi itu, tujuh pahlawan revolusi gugur dan dibuang serta dimasukkan ke dalam sebuah sumur yang berdiameter 75 cm dengan kedalaman 12 meter.

Gerakan penghianatan yang menewaskan enam jenderal tersebut dipimpin langsung oleh pimpinan PKI kala itu yaitu DN Aidit.

Dalam menjalankan misinya, DN Aidit juga melibatkan sebagian pasukan Tjakrabirawa yang dipimpin oleh Letkol Untung Syamsuri yang merupakan Komandan Batalyon I.

Baca juga: Hari Tani Nasional 24 September, Ini Sejarah dan Latar Belakangnya

Sebelum melakukan misinya, pasukan G-30-S PKI dibagi dalam tiga kelompok yaitu Pasopati, Bimasakti, dan Pringgondani yang dipimpin oleh perwira dari Tjakrabirawa anak buah Letkol Untung.

Pasopati adalah pasukan yang terdiri dari 250 anggota Tjakrabirawa dan mempunyai tugas utama dalam melakukan penculikan serta pembunuhan pada delapan Jenderal AD yang sudah ditargetkan, yakni:

  1. Jenderal Abdul Haris Nasution
  2. Jenderal TNI Ahmad Yani
  3. Letnan Jenderal Anumerta Suprapto
  4. Letnan Jenderal Anumerta M.T. Haryono
  5. Letnan Jenderal S. Parman
  6. Brigadir Jenderal Isaac Panjaitan
  7. Mayor Jenderal Sutoyo Siswomiharjo
  8. Brigadir Jenderal Ahmad Soekendro

Akan tetapi, Brigadir Jenderal Ahmad Soekendro lolos karena sedang melawat ke Cina.

Dalam penculikan tersebut, tiga dari tujuh jenderal telah dibunuh di rumah mereka masing-masing yaitu Ahmad Yani, M.T. Haryono, dan D.I. Panjaitan.

Sedangkan tiga target lainnya seperti Soeprapto, S. Parman dan Sutoyo ditangkap dalam keadaan hidup.

Sedang Jenderal Abdul Haris Nasution berhasil lolos dari target utama penculikan.

Namun putrinya yang bernama Ade Irma Suryani meninggal dunia dan ajudannya Lettu Pierre Tendean yang dikira Nasution ikut diculik bersama tiga jenderal lainnya.

Menurut Yutharyani, Perwira Seksi Pembimbingan Informasi Monumen Pancasila Sakti dari TNI AD, menyebutkan bahwa tiga jenderal yang masih hidup termasuk Pierre Tendean dibawa ke rumah penyiksaan.

Rumah penyiksaan itu merupakan sebuah rumah milik seorang warga yang tinggal di lubang buaya.

Tetapi sebelum dibunuh, para jenderal yang diculik diminta untuk menandatangani yang namanya Dewan Jenderal, namun mereka menolak.

Pada saat itulah, kelompok penghianat tersebut mulai melakukan penyiksaan hingga para jenderal tewas dibunuh.

Namun dalam keadaan antara hidup dan mati, tubuh para jenderal kemudian diseret menuju ke sebuah sumur di lubang buaya dan dimasukkan ke dalamnya.

Baca juga: Sejarah Hari Olahraga Nasional, Siswa Sudah Tahu?

Usai satu persatu tubuh para jenderal masuk ke dalam sumur, mereka lantas menembaki lubang tersebut untuk memastikan bahwa mayat para jenderal telah meninggal.

Jadi itulah sejarah lubang buaya yang berkaitan erat dengan peristiwa kelam G-30-S PKI yang terjadi pada 1965.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com