Dari segi nilai moral, lanjut Rosmayanti, pertunjukan tahun ini mengajarkan kasih sayang, kepercayaan, dan bagaimana menghargai perbedaan. Setiap murid belajar bahwa meskipun berbeda, mereka tetap bisa bekerja sama dan saling membantu.
"Seperti dalam cerita tentang komodo dan manusia yang ternyata adalah saudara, mereka tidak saling membenci, tetapi justru saling melindungi. Ini menjadi refleksi bagi kita semua tentang pentingnya kebersamaan dalam keberagaman," terang Rosmayanti.
Selain itu, kata dia, pihaknya juga mengintegrasikan tema Flores ke dalam pembelajaran di berbagai mata pelajaran.
Misalnya, pelajaran matematika divisualisasikan dalam bentuk bangunan khas Flores, sehingga anak-anak tidak hanya belajar teori, tetapi juga memahami aplikasinya dalam kehidupan nyata.
"Dengan cara tersebut, murid bisa memahami bahwa budaya dan ilmu pengetahuan saling berkaitan," tambahnya.
Kisah Ora dalam teater tersebut membuka kesempatan bagi setiap murid untuk mengeksplorasi tradisi Flores, baik dari segi nilai budaya maupun masyarakat.
Hal itu diamini Precha Elga Budi, orangtua dari Cut Nadya Athaya yang berperan sebagai narator teater Playground of Nusa Nipa.
“Playground of Cikal selalu diadakan setiap tahun dan memberi kesempatan bagi semua anak untuk ikut serta mengeksplorasi tema dan budaya yang diangkat. Untuk anak saya sendiri, saya berusaha mendorongnya agar berani mencoba, setidaknya mengikuti audisi. Saya sebagai orangtua tentu senang melihatnya bisa mengambil kesempatan ini,” kata Precha.
Setali tiga uang dengan Precha, Sari Soegondo, orangtua dari Btari Elizakinanti yang memerankan karakter Naya, mengapresiasi upaya Sekolah Cikal menerapkan metode tematik integratif.
Menurutnya, perbedaan tema yang diusung setiap tahun memberi warna tidak hanya dari sisi pertunjukan, tetapi juga setiap kegiatan belajar di sekolah.
Baca juga: Tertarik Sekolah Inklusi di Cikal? Ini 2 Laporan yang Wajib Disiapkan
"(Berkat tematik integratif), anak-anak dan juga orangtua ikut belajar dari tema yang diangkat. Ini pengalaman yang luar biasa karena membuat kami lebih terpapar dengan budaya dan pengetahuan baru setiap tahunnya," ujar Sari.
Sari berharap, Playground of Cikal senantiasa menjadi signature event dari sekolah Cikal.
"Ini bukan hanya ajang untuk menampilkan seni budaya, tetapi juga menjadi sarana belajar tentang kearifan lokal dengan cara yang lebih menarik. Meski ceritanya kadang dikemas lebih pop agar lebih relatable, nilai-nilai budaya tetap bisa tersampaikan," jelasnya.
Sementara itu, para murid Sekolah Cikal mengaku keikutsertaan mereka dalam Playground of Nusa Nipa (POPA), telah membawa pengalaman tersendiri tak terlupakan. Hal ini diamini Athaya.
Dalam persiapannya, Athaya mengaku antusias didapuk sebagai narrator dalam gelaran Playground of Nusa Nipa. Meski sempat gugup dan ragu, ia berhasil lolos audisi dan terpilih sebagai narator.
Baca juga: Lewat Play-Based Learning, Rumah Main Cikal Ajarkan Anak-anak Belajar dengan Bermain