KOMPAS.com - Pasinaon berasal dari kata 'sinau', yang artinya 'belajar' dalam bahasa Jawa. Dari kata itulah, Tirta Nursari terinspirasi menamakan wadah belajar yang didirikannya dengan Warung Pasinaon. Terletak di di desa Bergaslor, Semarang, Jawa Tengah, di tempat itulah Tirta Nursari memulai perjuangannya mendidik masyarakat tanpa memungut bayaran sepeser pun.
"Jadi, pintar itu enggak harus mahal, kok," kata Tirta Nursari.
Ia mengaku tergerak untuk menggagas dan mendirikan sebuah ruang komunitas nonprofit lantaran sebagian masyarakat di desanya menganggap bahwa pendidikan adalah sesuatu yang mahal. Tak heran, muncul anggapan bahwa tidak setiap orang berhak mendapatkan pendidikan. Ketika anak-anak di desa itu berpikir kondisi ekonomi keluarga mereka tak lagi mampu membiayai pendidikan, mereka tidak tahu siapa yang akan bertanggung jawab membiayai sekolahnya.
Beruntung, Tirta mengaku, dirinya punya banyak teman dan saudara yang mau diajak bersama-sama, bergandengan tangan memajukan kualitas pendidikan anak-anak desa yang sebagian besar adalah anak-anak buruh garmen. Tepatnya pada 2007, ia membentuk Warung Pasinaon. Tagline-nya tidak main-main; "Jadi pintar enggak harus mahal"!.
"Karena semuanya gratis di tempat kami. Mereka bisa datang sesuka hati, bisa saling berinteraksi satu sama lain," kata Tirta, saat ditemu di Puncak Acara Hari Aksara Internasional, di Kantor Kemendiknas, Jakarta, Jumat (12/10/2013) lalu.
Sebagai masyarakat yang saat itu telah memiliki kemampuan membaca dan menulis, Tirta merasa perlu berkontribusi melalui satu gerakan kecil, guna melestarikan kemampuan baca dan tulis. Ia percaya, kemampuan baca dan tulis memberi pengaruh sangat nyata dalam hidup seseorang.
Untuk tujuan tersebut, Tirta memulainya dari anak-anak desa yang sehari-harinya jarang mendapat perhatian orangtuanya lantaran jadwal tidak menentu sebagai buruh pabrik. Tirta berinisiatif memberikan pendampingan belajar melalui pembentukan Warung Pasinaon tersebut. Di sana, anak-anak itu bisa menuangkan segala bentuk kreatifitas mereka, seperti bernyanyi, menari, mendongeng, membuat wayang boneka, dan keterampilan lainnya.
Dengan berkumpul, berinteraksi, dan melakukan aksi kreatif, Tirta mengaku yakin, perlahan rasa kepercayaan diri akan muncul di dalam diri anak-anak tersebut. Pernah suatu ketika, tutur Tirta, anak-anak murid Warung Pasinaon mengisi acara menari di tingkat kabupaten.
"Tiba-tiba saja ada insiden tape-nya mati," kisah Tirta.
Saat itu, Tirta mengaku panik dan takut. Ia merasa, mental anak-anak akan jatuh dan mereka berhenti menari.
Namun, tak disangka, lanjut dia, ternyata ada seorang anak yang berinisiatif untuk mengambil mikrofon.
"Apa yang dilakukannya? Anak itu menyanyikan lagu untuk tarian tersebut. Anak itu menyanyi, dan teman-teman lainnya melanjutkan menari," kata Tirta.
Melihat itu, Tirta mengaku sangat senang. Ia merasa, kepercayaan diri dan keberaniannya sudah tertanam pada diri anak-anak tersebut.
"Walaupun mereka hanya anak buruh pabrik, kuli pasir, dan sebagainya, bukan berarti mereka tidak berhak mendapatkan pendidikan layak," ujarnya.
Melatih kewirausahaan