KOMPAS.com – Bisa kuliah di Eropa, misalnya di Belanda, mungkin menjadi mimpi besar banyak pelajar Indonesia. Kualitas pendidikan di Negeri Kincir angin itu memang tak diragukan lagi.
Menurut OECD Better Life Index, Belanda mendapat angka yang cukup tinggi di atas rata-rata dalam hal pendidikan.
Maka tak heran, jika pelajar Indonesia berlomba-lomba untuk bisa diterima di salah satu dari 2.100 program internasional di Belanda, terutama lewat jalur beasiswa.
(Baca: Tak Lagi ke China, “Zaman Now” Tuntut Ilmu Sampai ke Negeri Belanda!)
Tak dapat dimungkiri, kepintaran menjadi langkah awal menuju Belanda. Melalui seleksi administrasi sebagai tahap pertama, calon penerima beasiswa harus melengkapi sejumlah dokumen seperti ijazah, sertifikat TOEFL atau IELTS dengan kriteria tertentu, serta menulis motivation statement.
(Baca: Takut Gagal Dapat Beasiswa Gara-gara Surat Motivasi, Simak Cara Ini…)
Kenyataannya, kemampuan akademik yang bisa dibuktikan dengan persyaratan administrasi tersebut bukanlah satu-satunya aspek yang menjadi penentu keberhasilan kuliah di sana.
“Pintar saja tak cukup untuk kuliah di Belanda. Dibutuhkan juga skill belajar, kemampuan beradaptasi yang baik, dan ketahanan mental,” ujar Koordinator Beasiswa Netherlands Education Support Office (Nuffic Neso Indonesia), Indy Hardono, saat ditemui di kantornya pada Jumat (13/10/2017).
Diungkapkan Indy, hal yang paling sulit dilakukan pelajar Indonesia saat berkuliah di Belanda adalah mengubah perilaku belajar.
Metode pembelajaran di Indonesia dan Belanda memang sedikit berbeda. Sistem pengajaran di Belanda bersifat interaktif dan berpusat pada peserta didik. Mahasiswa harus mampu mengutarakan pendapat dan tak perlu ragu untuk berpikiran terbuka.
Mereka juga akan dibimbing untuk dapat mengembangkan keterampilan yang sangat berharga, seperti menganalisis, memecahkan masalah praktis, dan berpikir kreatif.
Dengan kata lain, perkuliahan di sana mengedepankan relevansi antara ilmu pengetahuan dan aplikasinya di dunia kerja. Mahasiswa akan sering diberikan kasus-kasus nyata oleh dosen di kelas.
Tentu tak mudah untuk mengubah kebiasaan belajar ini. Terlebih di sana pelajar Indonesia akan menuntut ilmu bersama sekitar 112.000 mahasiswa internasional lainnya yang berasal dari berbagai belahan dunia.
Seperti diungkapkan Indy, kini pendidikan tidak bergaris batas. Tidak ada lagi istilah pelajar Indonesia hanya bisa belajar di Indonesia. Begitu pun dengan negara lainnya. Pelajar dunia bebas dan bisa belajar di mana saja. Dunia dan isinya adalah tempat belajar.
Jadi, tak mengherankan lagi jika ada begitu banyak mahasiswa internasional di Belanda. Ada begitu banyak pertemuan budaya dan karakter bangsa di sana. Karena itu, mahasiswa harus siap menghadapi fase "gegar budaya" ini. Harus siap beradaptasi dengan pertemuan budaya ini.
Tak hanya soal beradaptasi secara sosial, mahasiswa Indonesia juga harus mampu bertahan menghadapi perbedaan cuaca yang cukup signifikan.
Secara geografis Belanda memiliki empat musim. Musim panas berlangsung pada bulan Juni hingga Agustus. Pada Agustus inilah tahun akademik di Belanda dimulai.
Cobaan berat akan dimulai setelahnya. Pada September hingga November, Belanda mulai terasa dingin disertai gugurnya daun-daun dari pepohonan. Pakaian hangat sudah harus mulai disiapkan.
Sementara itu, jelang Desember hingga Februari, giliran musim dingin menghampiri. Pada musim ini calon pelajar perlu persiapan ekstra karena cuaca tidak terlalu bersahabat. Mereka wajib mempersiapkan baju hangat, seperti sweater, jaket tebal, sarung tangan, kaus kaki, dan sepatu bot.
Selanjutnya, musim semi menjadi musim paling ditunggu-tunggu. Musim ini hadir pada Maret hingga Mei. Pada saat inilah bunga-bunga tulip akan bermekaran. Semua orang dapat menikmati indahnya kebun tulip, terutama di Keukenhof, Lisse.
Pada akhirnya, ketekunan mengubah perilaku belajar, kemampuan menghadapi “gegar budaya”, serta kegigihan beradaptasi dengan iklim yang berbeda, akan semakin mantap jika pelajar Indonesia memiliki ketahanan mental yang tangguh.
"Mereka (mahasiswa internasional) perlu menata kembali niat sebelum berangkat studi dan melangkah ke episode hidup baru yang sangat berbeda," ujar Indy.
(Baca: Catat... Empat Hal agar Mudah Beradaptasi Saat Kuliah di Belanda)
Setelah memantapkan niat dan tekad, ada baiknya calon mahasiswa juga menggali informasi sebanyak-banyaknya seputar kehidupan dan perkuliahan di Belanda, misalnya lewat pameran pendidikan Dutch Placement Day 2017 (DPD 2017).
Melalui acara yang digelar di dua kota ini, yakni Surabaya (pada Senin, 30 Oktober 2017) dan Jakarta (pada Jumat, 3 November 2017), para calon mahasiswa bisa memperoleh informasi mengenai berbagai beasiswa untuk studi di Belanda, mencoba IELTS Prediction Test, serta mengikuti seminar menulis Motivation Statement.
(Baca: Alumni Kampus Belanda Buka-bukaan Trik Sukses Raih Skor IELTS Tinggi!)
Menariknya, dalam one-on-one session, pengunjung dapat bertatap muka langsung dengan perwakilan universitas di Belanda, tentu dengan perjanjian terlebih dahulu.
Untuk informasi lebih lebih lengkap tentang Deutch Placement Day 2017, Anda bisa mengunjungi laman nesoindonesia.or.id/dpd2017.
Jika segala “amunisi” sudah dipersiapkan dengan baik, tentu kuliah di Belanda bukan lagi menjadi mimpi besar yang sulit terwujud.