Hari Anak Nasional dan PR Besar Pendidikan Anak Indonesia

Kompas.com - 23/07/2018, 12:38 WIB
Yohanes Enggar Harususilo

Penulis

KOMPAS.com - Tanggal 23 Juli secara rutin diperingati sebagai Hari Anak Nasional (HAN). Tahun ini HAN mengangkat tema ,"Anak Indonesia, Anak GENIUS" yang merupakan akronim dari Gesit, Empati, Unggul dan Sehat.

Dalam bincang Kompas.com bersama Wisnu Subekti dan Sabda Subekti, pengamat pendidikan dan juga pendiri media pembelajaran berbasis teknologi Zenius, masalah pendidikan anak di Indonesia masih menjadi pekerjaan rumah besar yang perlu dituntaskan.

1. Masih rendahnya standar kualitas

Salah satu pemetaan pendidikan di Indonesia adalah melalui PISA (Programme for
International Student Assesment) yang diinisiasi oleh Organisation for Economic Co-
Operation Development (OECD).

Indonesia bergabung PISA sejak tahun 2000. Ujian PISA dilakukan tiga tahun sekali kepada siswa usia 15 tahun (setara SMP kelas II atauIII). PISA fokus menguji mengenai tiga pelajaran; yaitu sains, matematika, dan membaca.

Lantas, separah apa kondisi pendidikan di Indonesia? Pada hasil ujian PISA tahun

Tahun 2012, sebesar 76% siswa Indonesia mengikuti tes tersebut tidak bisa mencapai level 2
dalam menjawab soal yang berikan. Artinya, baru dua pertanyaan yang diberikan, mayoritas anak didik kita gagal.

 

Baca juga: Perlukah Siswa Dibebaskan dari PR? Ini Kata Psikolog Pendidikan

Dibandingkan dengan negara lain, seperti negara ASEAN, Indonesia termasuk yang berada di level terbawah versi PISA. Bandingkan dengan negara tetangga, seperti Malaysia yang tingkat lulus level 2-nya mencapai 48%.

Bahkan Vietnam yang PDB-nya di bawah Indonesia memiliki tingkat lulus hingga 86%. Sedangkan Indonesia hanya 24%.

2. Mengubah metode mengajar

"Artinya, bukan sekadar kurikulum yang harus diganti. Akan tetapi, dari segi cara mengajar dan pengajar juga harus berubah," jelas Sabda.

Dalam hal ini, kita sama sekali tidak dapat menyalahkan anak-anak.

"Sering kali pendidik dalam mengajar anak sering kali menggunakan 'cara cepat' dalam mengerjakan soal. Sayangnya, mereka tidak menyertakan pemahaman konsep akan setiap soal yang diberikan," tambah Wisnu.

Pada akhirnya, yang terjadi adalah anak-anak hanya menghafal soal dan rumus tetapi tidak mengerti konteksnya.

3. Persoalan kemampuan dasar 

Halaman:


komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau