Hari Anak Nasional dan PR Besar Pendidikan Anak Indonesia

Kompas.com - 23/07/2018, 12:38 WIB
Yohanes Enggar Harususilo

Penulis

Karenanya, salah satu persoalan mendasar menurut Sabda adalah masih rendahnya kemampuan dasar anak-anak kita.

"Bayangkan, berdasarkan tes reading competency, 70% pelajar usia 15-26 tahun di Jakarta tidak mencapai level 1 atau di bawah 1. Padahal, Level 1 hanya mengerti kalimat yang tertera sesuai atau tidak," jelas Sabda.

Jika basic skills-nya saja kurang, yaitu membaca, matematika dasar, dan sains, maka
logikanya akan bermasalah. Padahal, logika sangat berkaitan dengan proses demokrasi suatu negara agar bangsa ini tidak mudah terpecah karena hoaks dan fitnah.

4. Potensi bahaya dari akses luas

Persoalan berikut menjadi dasar adalah akses pendidikan. "Seoalnya bukan pada sulitnya akses. Namun justru saat ini akses informasi jutru semakin mudah dan luas," kata Sabda.

Namun perlu dipahami, apabila akses sudah baik, tapi isinya hanya 'racun', maka orang akan keracunan. Supaya itu tidak terjadi, Sabda menekankan pentingnya konten untuk mengasah otak dan logika.

Sekali lagi, akses penting, tapi konten jauh lebih penting, tegas Sabda.

5. Pendidikan berbasis Teknologi

Sabda dan Wisnu kemudian melihat pendidikan berbasis teknologi yang saat ini sedang tumbuh dapat menjadi alernatif solusi dalam kebuntuan masalah pendidikan saat.

"Pendidikan berbasis teknologi mengedepankan great learning experience atau pengalaman belajar yang asik sesuai dengan karakter anak milenial," ujar Wisnu. Kalau anak sudah suka dan 'ketagihan' maka belajar tidak lagi dilihat sebagai beban, tambah Sabda.

Kedua, edukasi berbasis teknologi dapat membangun literasi logika dan sains. Jauh lebih penting membentuk pola pikir logis. Nah, scientific literacy  melalui edukasi berbasis teknologi adalah bagaimana seseorang memperoleh metodelogi ilmu yang bisa diandalkan kebenarannya.

Keunggulan ketiga dari edukasi berbasis teknologi ini adalah proses pembelajaran terencana dan tuntas. Berbeda dengan pelajaran sistem konvesional kelas, anak sulit mengejar ketertinggalan dalam belajar karena 'kejar tayang' target kurikulum.

Dengan teknologi, anak dimungkinkan mengejar pelajaran tertinggal dan memahami secara penuh pendidikan yang ditempuhnya.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:


komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau