BrandzView
Konten ini merupakan kerja sama Kompas.com dengan Prasetiya Mulya

"Booming" Pembangunan, Lulusan Sains dan Teknologi Jadi Primadona

Kompas.com - 25/07/2018, 08:03 WIB
Mikhael Gewati,
Sri Noviyanti

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Fokus pembangunan pemerintahan Joko Widodo selama 3,5 tahun terakhir di sektor infrastruktur telah membuat kebutuhan tenaga ahli di bidang sains dan teknologi meningkat.

Namun sayangnya republik ini kekurangan tenaga ahli yang kompeten di bidang tersebut. Seperti ditulis Kompas.com, Senin (12/3/2018), Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Republik Indonesia (Kemenristekdikti) menyatakan bahwa hingga 2019 mendatang Indonesia kekurangan 190.997 lulusan sarjana teknik S-1 dan D3.

Masih menurut artikel yang sama, kekurangan insinyur di Indonesia bukan karena kurangnya minat generasi muda untuk menempuh pendidikan di bidang tersebut. Kekurangan terjadi karena lulusan lokal di bidang tersebut masih kurang kompeten dibandingkan dengan lulusan luar negeri sehingga tak terserap di industri.

Ini terjadi karena adanya ketimpangan antara kebutuhan industri dengan kompetensi lulusan sains dan teknik yang dihasilkan universitas.

Industri membutuhkan tenaga ahli yang tidak hanya mahir dalam keterampilan keras saja, tetapi juga keterampilan lunak, seperti berkomunikasi terutama dalam bahasa inggris, menganalisis, mengungkapkan pendapat, menyelesaikan masalah, dan inovatif.

Fakta tersebut jelas sangat disayangkan, mengingat tren industri membutuhkan tenaga kerja berkompetensi sains dan teknologi tak hanya terjadi di Indonesia, tetapi juga di dunia.

Hal ini terlihat dari hasil studi lembaga federal Amerika Serikat untuk pengembangan ilmu sains, National Science Foundation (NSF). Studi yang dilakukan pada 2011 menyatakan dalam satu dekade mendatang 80 persen pekerjaan memerlukan kompetensi science, technology, engineering, dan mathematics (STEM).

Hasil senada terlihat pula dari survei Social Market Foundation untuk EDF Energy (perusahaan energi asal Inggris). Studi yang dipublikasi pada Januari 2017 ini menyatakan, kebutuhan tenaga kerja di Inggris Raya di bidang sains, teknologi, riset, dan teknis akan naik dua kali lipat mulai dari tahun 2016-2023.

Imbasnya kemudian akan melahirkan 140.000 pekerjaan baru dan 640.000 lowongan pekerjaan selama enam tahun ke depan di sektor tersebut. Melonjaknya angka kebutuhan SDM ini tak lepas dari inovasi teknologi dan investasi infrastruktur yang terus menggeliat.

Mulai dari sektor pendidikan

Tren melonjaknya kebutuhan SDM STEM baik di dalam dan luar negeri seharusnya bisa menjadi peluang besar bagi generasi muda Indonesia. Tentu untuk bisa menjemput peluang tersebut mereka harus melakukan persiapan sejak dini ketika mulai masuk kuliah.

Tak cuma belajar giat untuk menguasai teori, mereka harus pula praktik mengaplikasikannya di lapangan. Di sini lembaga pendidikan berperan penting untuk memfasilitasi dan membuat itu terjadi.

Artinya lembaga pendidikan harus membantu mahasiswanya agar ilmu yang sudah didapat di bangku kuliah bisa digunakan di industri. Dengan demikian mereka punya pengalaman di lapangan.

Salah satu contohnya seperti yang dilakukan Universitas Prasetiya Mulya di School of Applied STEM (Science Technology Engineering & Mathematics). Di sini mahasiswa bisa mempraktikkan teori yang dipelajari dengan mengikuti program magang ke perusahaan sejak tahun pertama kuliah.

Tak cuma ahli dalam bidang STEM, pihak kampus mendidik pula mahasiswanya supaya mahir mengomersialkan ide atau produk inovasi mereka. Tentu inovasi yang dimaksud harus sesuai kebutuhan market dan menjadi solusi terhadap permasalahan di masyarakat.

Untuk itu selain mendalami ilmu terapan mereka memelajari juga ilmu bisnis. Janson Naiborhu, Dean of School of Applied STEM Prasetiya Mulya mengatakan, hal ini perlu dilakukan karena sinergi antara sains-teknologi dan bisnis di industri kini sudah tak terhindarkan lagi.

Usaha mahasiswa di School of Applied STEM Universitas Prasetiya Mulya dalam menghasilkan inovasi teknologi yang dapat menyelesaikan permasalahan yang ada di masyarakat dan sesuai dengan kebutuhan market. Dok Prasetiya Mulya (www.ceritaprasmul.com) Usaha mahasiswa di School of Applied STEM Universitas Prasetiya Mulya dalam menghasilkan inovasi teknologi yang dapat menyelesaikan permasalahan yang ada di masyarakat dan sesuai dengan kebutuhan market.
“Dengan memadukan sains-teknologi dan bisnis kami kemudian mencoba mengoptimalkan pemahaman tentang pemanfaatan hasil teknologi untuk kebutuhan industri saat ini dan mendatang," kata Janson Naiborhu.

Dengan demikian, kata dia, selain ahli dalam bidang STEM, mereka akan punya kemampuan berwirausaha sehingga bisa menghasilkan inovasi bisnis berbasis sains dan teknologi.

Sebagai informasi, total ada enam jurusan di School of Applied STEM Universitas Prasetiya Mulya, yaitu S1 Business Mathematics (Matematika Bisnis), S1 Renewable Energy Engineering (Teknik Energi Terbarukan), S1 Food Business Technology (Teknologi Bisnis Pangan), S1 Product Design Engineering (Teknik Desain Produk), S1 Software Engineering (Teknik Perangkat Lunak), dan S1 Computer Systems Engineering (Teknik Sistem Komputer).

Adapun bagi lulusan Sekolah Menengah Atas (SMA) yang ingin kuliah di sana, kampus ini menyediakan empat beasiswa atau scholarship, yaitu beasiswa Young Scholar Indonesia (YSI), Bakti Indonesia, Financial Aid, dan Readi Project Scholarship.

Diharapkan melalui School of Applied STEM Universitas Prasetiya Mulya ini akan lahir lulusan berkompetensi STEM yang tak hanya sesuai kebutuhan industri, tetapi mampu pula menciptakan peluang usaha sesuai dengan inovasi teknologi yang dihasilkannya.

Baca tentang

komentar di artikel lainnya
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com