KOMPAS.com - Pendidikan tinggi diharapkan menjadi ujung tombak rekayasa sosial di era disrupsi seperti saat ini. Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemristekdikti) berupaya menjadikan pendidikan tinggi ujung tombak rekayasa sosial demi percepatan kemajuan bangsa.
Hal tersebut disampaikan dalam kuliah umum dengan tema “Kebijakan Perguruan Tinggi di Era Milenial” disampaikan Prof. Paulina Pannen, Staf Ahli Bidang Akademik Menristekdikti di Kampus Universitas Indonesia (UI) Salemba, Jakarta Pusat, Kamis (13/9/2018).
Paulina memaparkan saat ini pihaknya masih bekerja keras agar angka partisipasi kasar (APK) pendidikan tinggi dapat terus merangkak naik. Saat ini, APK itu masih tertahan di angka 31,5%. Dengan angka ini, Indonesia kalah jauh dibandingkan Korea Selatan, misalnya, yang telah mencapai APK sebesar 90%.
Di sisi lain, tantangan zaman terasa semakin nyata. “Paling nyata ialah revolusi industri 4.0 ketika disrupsi teknologi terjadi di mana-mana, digital talent gap semakin lebar antar generasi, dan timbulnya budaya baru,” papar Paulina.
Untuk menyesuaikan diri dengan zaman, ia menyebut Kemristekdikti kini mengadakan tiga bentuk literasi, yakni literasi human, digital, dan teknologi. Ia pun menyodorkan beberapa contoh kebijakan pendidikan tinggi yang dapat dan mungkin diterapkan di Indonesia.
Internship dan entrepreneurship harus jadi bagian dari kehidupan pendidikan tinggi. Kampus-kampus pun diminta agar bisa menjadi “tempat kembali” bagi para alumninya untuk melakukan upskilling dan reskilling.
Baca juga: Kuliah Umum UI: Kita Lupa Membangun Daya Saing Pancasila
Model pembelajaran yang mengadopsi teknologi digital pun lambat laun harus segera ditanggapi. Pembelajaran jarak jauh hingga block chain akademis di mana mahasiswa dapat menempuh kuliah, ujian, sampai mengajukan gelar melalui auditor daring, suatu hari akan jadi kenyataan.
Terkini, Paulina mencontohkan isu yang mulai menghangat soal peluang beroperasinya perguruan tinggi luar negeri (PTLN) di Indonesia. Ia menyebut peluang itu dapat menekan biaya studi ke luar negeri, sekaligus mencuatkankan sertifikasi internasional di dalam negeri dan pemanfaatan fasilitas bersama.
“Kita pun harus melihat peluang perguruan tinggi Indonesia beroperasi di luar negeri,” harapnya seperti dikutip dari laman resmi UI. Terakhir, Paulina mengapresiasi kerja keras kampus-kampus dalam negeri yang terus berbenah demi penilaian yang membaik di kancah internasional.
“Secara istimewa, kami mengapresiasi UI yang sampai saat ini menjadi perguruan tinggi Indonesia dengan peringkat terbaik di dunia,” pungkasnya.
Kuliah umum Prof. Paulina Pannen disampaikan dalam rangka Dies Natalis ke-2 Sekolah Kaijan Stratejik & Global (SKSG) UI, yang diadakan berbarengan dengan Sekolah Ilmu Lingkungan (SIL UI). Baik SIL maupun SKSG UI awalnya tergabung dalam Program Pascasarjana Multidisiplin Ilmu. Baru pada tahun 2016, keduanya resmi dibentuk secara definitif.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.