Hadapi "Digital Challenge" dengan "Digital Talent"

Kompas.com - 17/09/2018, 20:51 WIB
Yohanes Enggar Harususilo

Penulis

KOMPAS.com - Dengan jumlah penduduk lebih dari 262 juta jiwa, Indonesia berpeluang menjadi negara dengan kekuatan ekonomi ke-7 dunia pada 2030 dan ke-4 dunia pada tahun 2050.

Untuk itu, pendidikan tinggi perlu diarahkan demi tercapainya pertumbuhan ekonomi dan mendorong lulusan mampu menciptakan lapangan kerja melalui kewirausahaan (entrepreneur) mengatasi pengangguran terstruktur.

Hal tersebut diungkapkan Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Mohamad Nasir saat menjadi pembicara seminar “Brand Yourself to be Young Success Technopreneur” nasional di Politeknik Negeri Semarang, Sabtu (15/9/2018). 

Buka hati, pikiran dan niat

“Di dalam data persentase tenaga kerja Indonesia saat ini, 42% adalah angkatan kerja dengan pendidikan rendah, namun persentasenya akan terus menurun, artinya pendidikan lulusan mulai berubah dan menjadi lebih baik," ujar Kemenristek.

Untuk bonus demografi, manakala tidak dimanfaatkan dengan baik akan menjadi malapetaka. Karena itu, Kemenristek menyampaikan, peningkatan kompetensi SDM amat penting, oleh karena itu pendidikan harus sesuai dengan industri, agar daya saing bangsa meningkat, selain tentunya juga Technology Readiness Level harus ditingkatkan. 

Baca juga: Kemenristek Imbau Magang dan Wirausaha jadi Bagian Pendidikan Tinggi

Dikutip dari laman Kemenristek, tantangan juga semakin sulit, apalagi menghadapi revolusi industri 4.0. Menurutnya kita harus mulai dengan cara open mind, open heart, dan open willing agar tantangan diatasi dengan baik.

Era Go-Jek dan Bukalapak

Pada kesempatan itu, Kemenristek menjelaskan eranya kini mulai berubah agar bisa kompetitif, ekonomi digital mengambil peranan penting. Contoh paling terlihat adalah konsep sharing economy yang dilakukan Go-Jek dan ekspansinya ke luar negeri, maupun marketplace seperti Bukalapak.

“Muncul teknologi baru yang mengakibatkan perubahan luar biasa di semua disiplin ilmu, ekonomi, dan industri. 75% pekerjaan melibatkan kemampuan sains, teknologi, teknik dan matematika, internet of things, oleh karenanya lulusan perguruan tinggi harus siap untuk digital challenge dan memiliki digital talent," jelasnya.

Ia menambahkan, lulusan politeknik nantinya tidak hanya mendapatkan ijazah, tetapi memiliki sertifikat profesi.

Memahami literasi baru

Nasir juga tekankan bahwa di dunia industri kini harus selalu membawa pemikiran "good things making good products, making people then making products". Konsep pembentukan SDM tersebut harus dijalankan menghadapi persaingan di era revolusi industri 4.0, terutama untuk mencapai link and match dengan dunia industri.

“Yang tak kalah penting adalah memahami literasi baru. Literasi lama (membaca, menulis, dan berhitung) sebagai modal sudah didapatkan. Sekarang harus belajar literasi baru, yaitu literasi data, literasi teknologi, dan literasi manusia. Setelah itu lakukan belajar sepanjang hayat,” papar Nasir.

Untuk mendukung hadapi revolusi industri 4.0, lanjutnya, pola politeknik kini mulai menerapkan pola Multi Entry Multi Exit (MEME). Semua program adalah Diploma IV. Multi Entry berarti masuk program bisa awal tahun pertama, awal tahun kedua, awal tahun ketiga, atau awal tahun keempat.

Multi Exit berarti keluar program bisa akhir tahun kedua, akhir tahun ketiga, atau akhir tahun keempat. Setiap mahasiswa menyelesaikan setiap tahapan Diploma II, Diploma III atau Diploma IV mendapatkan ijazah yang sesuai.

Kemudian disamping mendapatkan ijazah, mahasiswa juga mendapatkan sertifikat kompetensi, apabila mereka lulus dalam tes/ujian sertifikasi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau