KOMPAS.com — Agar naskah kuno para leluhur tetap lestari, paradigma perpustakaan di bidang pelestarian harus bertransformasi, dari yang hanya menyimpan dan merawat koleksi menjadi memberikan serta meluaskan akses informasi.
“Lalu dari yang menyediakan kebutuhan koleksi menjadi diversifikasi dan implementasi konten sehingga tetap lestari di masyarakat," ujar Kepala Pusat Preservasi Bahan Pustaka Perpustakaan Nasional (Perpusnas) Ahmad Masykuri seperti dalam keterangan tertulisnya.
Dia sendiri mengatakan itu saat membuka seminar dan workshop Metode Pelestarian Bahan Pustaka di Swiss Belhotel, Mangga Besar, Jakarta, Senin (26/8/2019).
Ahmad mengatakan seperti itu karena banyak hasil budaya para leluhur, seperti manuskrip atau naskah, kurang terawat dengan baik.
Baca juga: Perpusnas: Masyarakat Harus Dapat Kemudahan Mengakses Perpustakaan
Ini terjadi lantaran perawatan yang dilakukan dengan ala kadarnya tanpa mengetahui teknik-teknik yang tepat. Akibatnya, usia naskah kuno tidak panjang, dimakan rengat, bahkan sebagian menjadi lapuk termakan usia.
“Ambil contoh di museum. Di sini naskah-naskah kuno dipajang atau digabungkan dengan benda-benda artefak lain, padahal naskah harus berada dalam temperatur suhu 20 derajat celsius dan kelembaban kurang dari 55 derajat celsius agar tidak cepat rusak, “ kata dia.
Menurut dia, kesalahan itu terjadi akibat dari pengetahuan yang masih minim. Oleh karena itu, penting bagi perpustakaan di setiap daerah menjadi kader pelestarian.
Perpustakan daerah bisa menggandeng perusahaan atau BUMD melalui dana CSR yang dimilikinya untuk kegiatan digitalisasi naskah.
“Dengan begitu generasi anak cucu terus menikmati koleksi buku, naskah, dan literatur yang kita miliki," kata Ahmad Masykuri. (Hartoyo Darmawan/PERPUSNAS)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.