KOMPAS.com – Yenita, dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Tarumanagara (Untar), Jakarta, berhasil raih 13 gelar magister. Bila ditulis dengan lengkap, nama dan gelar disandangnya Dr, Dr, Yenita SE, MM, MBA, MSi, MT, MH, MPd, MAk ME, MIkom, dan MMSI.
Gelar sebanyak itu membuat Yenita memperoleh penghargaan Museum Rekor-Dunia Indonesia (Muri) atas rekor "Perempuan dengan Gelar Magister Terbanyak".
Penyerahan penghargaan rekor Muri itu dilakukan dalam acara Dies Natalis ke-60 Untar di Auditorium Untar, Jakarta Barat, Kamis (3/10/2019).
Prestasinya tidak cukup berhenti di situ. Dari 13 gelar tersebut, tiga di antaranya berhasil dicapai dengan Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) sempurna 4,0 yaitu untuk gelar MM, MAk, dan ME.
Yenita juga dinyatakan lulus dengan hasil cum laude untuk sembilan gelar dan enam kali menjadi lulusan terbaik.
Berbagai prestasi itu diraihnya saat lulus dari Universitas Tarumanagara, Universitas Trisakti, Universitas Pelita Harapan, Universitas Mercubuana, Universitas Bina Nusantara, dan University of Western Australia.
Baca juga: Tingkatkan Nilai Tambah Indonesia, DPR Dorong Pendidikan di Indonesia Berikan Keahlian
Dari sekian banyak gelar, ia mengaku paling berminat mempelajari ilmu ekonomi. Hal itu terlihat dari gelar pertama yang diperoleh, yaitu Sarjana Ekonomi dari Untar, kemudian dilanjutkan gelar magister dan doktor di bidang sama.
“Aku paling suka ekonomi, makanya S1 ekonomi, lalu S3 ekonomi dan hukum bisnis. Sekarang mengajar di dua bidang ilmu itu. Menurutku, belajar itu tidak sulit, asal kita niat, menikmati dan tidak dijadikan beban,” ucap Yenita seusai menerima penghargaan rekor Muri di Jakarta, Kamis (3/10/2019).
Dia mengungkapkan untuk bisa meraih prestasi itu membutuhkan pengorbanan. Salah satunya mengorbankan waktu pribadi bersenang-senang atau menjalankan hobi.
Sebab, setiap hari ia disibukkan melakukan kegiatan kuliah magister dan doktor, baik hari kerja biasa maupun saat akhir pekan. Belum lagi Yenita masih harus mengajar mengingat profesinya sebagai dosen.
“Waktu luang untuk hobi enggak sempat dijalani. Hidup buat kuliah dan bekerja. Saya pikir kalau weekend mengerjakan tugas, seminggu bisa sekitar 20 tugas. Kalau misalnya saya nongkrong dengan teman bisa sekitar lima jam, termasuk makan dan ngobrol. Padahal, saya bisa selesaikan berapa makalah. Jadi saya prioritaskan mana yang lebih penting sehingga saya korbankan kesenangan pribadi,” jelas Yenita.
Mereka memberikan dukungan berbentuk moral dan materiil.
Meski demikian, Yenita menuturkan keluarganya sempat heran karena kuliah yang dijalani selama bertahun-tahun tidak kunjung selesai dan terus berlanjut.
Hampir setiap semester dia menjalani kuliah dan ujian, bahkan mengikuti wisuda. Semua itu dilakukan di kampus dan jurusan berbeda, seperti yang disebutkan tadi.
Baca juga: Rudiantara: Mendorong Pendidikan Islam Jadi Ekosistem Besar Penangkal Hoaks