UT dan Ruang Guru: Teknologi Jadi Titik Tumpu Revolusi Pendidikan

Kompas.com - 19/11/2019, 16:29 WIB
Yohanes Enggar Harususilo

Penulis

KOMPAS.com - Melihat kondisi luasnya geografis Indonesia terdiri dari kepulauan dan besarnya jumlah penduduk Indonesia maka integrasi teknologi dalam proses pembelajaran dipandang sebagai titik tumpu dalam melakukan revolusi pendidikan di Indonesia.

Pokok pikiran ini mengemuka dalam Seminar Wisuda Universitas Terbuka (UT) "Peran Teknologi Informasi dalam Mengukuhkan Konektivas Bangsa" di UT Convention Center, Tangerang Selatan (18/11/2019).

Acara yang digelar Fakultas Sains dan Teknologi (FST-UT) menghadirkan pembicara utama Adamas Belva Syah Delvara, CEO Ruang Guru.

Seminar Wisuda merupakan kegiatan rutin yang digelar UT di mana para calon lulusan yang akan diwisuda keesokan harinya (19/11/2019) dapat memperoleh inspirasi dari pakar atau praktisi di bidangnya.

Untuk periode pertama tahun akademik 2019/2020 wilayah 2, UT akan mewisuda 1.700 lulusan dari program diploma, sarjana dan pasca sarjana di mana sebagia besar wisudawan (70 persen) berprofesi sebagai guru.

Revolusi pendidikan lewat teknologi

"Kami di Ruang Guru menjadi saksi mata langsung bahwa pendidikan dapat dilakukan melalui teknologi jika dilakukan dengan cara-cara yang benar. Indonesia adalah negara yang besar sekali dengan jumlah sekolah dan siswa yang besar. Tidak akan ada revolusi pendidikan tanpa teknologi. Masa depan pendidikan (Indonesia) ada di teknologi," tegas Belva.

Baca juga: Kompetisi Robotik Madrasah 2019 dan Pembuktian Madrasah Melek Teknologi

Hal ini ia dibuktikan Ruang Guru yang mengalami pertumbuhan cepat dalam pengguna aplikasi dari 1 juta pengguna di satu tahun awal peluncuran kini telah mencapai 15 juta pengguna di tahun ke dua dengan keterlibatan 15 ribu profesional guru pengajar di platform tersebut.

Hal senada disampaikan Rektor UT Prof. Ojat Darojat, "Seiring dengan semangat revolusi industri 4.0 tidak ada cara lain kecuali kita harus mengintegrasikan kemajuan yang dicapai dalam teknologi dan komunikasi dalam penyelenggaraan pendidikan."

Rektor UT melihat salah satu tantangan besar dalam pengintengrasian teknologi dalam pembelajaran berasal dari ketidakyakinan masyarakat akan hal tersebut.

"Harus diakui sebagai masyarakat yang hidup di negara berkembang, masih banyak orang-orang yang kurang yakin bahwa cara-cara pendidikan dapat disampaikan melalui teknologi. Tetapi secara fakta kami (UT) telah membuktikan bahwa penyelenggaraan pendidikan dapat disampaikan melalui teknologi," ujar Prof.Ojat.

Percepatan dan pemerataan pendidikan

Meski diakui ada keterbatasan, namun Prof. Ojat dan Belva menilai banyak keuntungan dapat dicapai dari integrasi teknologi dalam pembelajaran.

"Bagaimana kita bisa memberikan kesempatan pada guru yang sangat banyak, masyarakat yang sangat banyak tersebar di pelosok negeri tanpa melibatkan teknologi? Itu sangat sulit bagi kita. Membutuhkan waktu sangat lama untuk meingkatkan kualitas SDM," ujar Prof.Ojat.

Dalam paparanya Belva menyampaikan untuk kualitas pendidikan di Jakarta saja yang nota bene adalah ibu kota negara, dibutuhkan waktu hingga 128 tahun berdasarkan data OECD untuk mngejar ketertinggalan. Demikian halnya data pembanding antara guru yang melek teknologi dan tidak, terdapat kesenjangan hampir lebih 60 persen dari sisi kualitas.

"Tidak akan ada revolusi pendidikan tanpa melalui teknologi," Belva menegaskan.

Diharapkan dengan mengintegrasikan teknologi maka kesempatan pemerataan kualitas dan percepatan pendidikan itu dapat dibuka secara lebih masif dan luas tanpa mengorbankan kualitas.

Halaman:


komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau