Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Berpuasa di Negeri Paman Sam, Zafran Rindu Es Buah dan Kolak

Kompas.com - 24/04/2021, 10:41 WIB
Mahar Prastiwi,
Albertus Adit

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Banyak kisah menarik dari pelajar asal Indonesia yang saat ini menyelesaikan pendidikan di luar negeri dan menjalankan ibadah puasa jauh dari keluarga.

Seperti halnya pemuda asal Bogor, Zafran Akhmadery Arif yang saat ini masih menyelesaikan studi di Washington State University (WSU).

Mahasiswa yang tergabung dalam Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) Dunia ini mengaku, Ramadhan 2021 kali ini menjadi tahun keempatnya berada jauh dari rumah. Bahkan tahun lalu, Zafran juga merayakan Idul Fitri di Pullman, Washington karena tidak bisa pulang ke Indonesia.

Meski harus menyiapkan makanan sendiri, untuk makan buka puasa, Zafran tidak perlu repot-repot karena selalu mendapatkan jatah dari masjid dekat tempat ia tinggal.

"Komunitas Muslim disini mendapat makanan dari masjid. Kalau Ramadhan sebelum ada pandemi Covid-19, mahasiswa Muslim lebih banyak kumpul-kumpul, buka puasa bersama dan tarawih di masjid," kata Zafran kepada Kompas.com, Sabtu (24/4/2021).

Baca juga: Cerita Ramadhan di Perancis, Wisnu Punya Trik Puasa Berdurasi Panjang

Rindu moment Ramadhan sebelum pandemi

Tahun ini, lanjut Zafran, tarawih di masjid masih diperbolehkan tapi dibatasi hanya 50 orang saja. Padahal daya tampung di masjid sebenarnya bisa mencapai lebih dari 100-an orang. "Kalau datang ke masjid tapi kuotanya sudah penuh ya disuruh pulang," tandas Zafran.

Zafran tak menampik, ada kerinduan momen-momen saat Ramadhan yang biasa dilakukan bersama teman-temannya.

Misalnya, dulu tiap negara bagian memasak untuk dihidangkan di masjid. Tapi karena ada pandemi, sudah ada tim tersendiri di masjid untuk memasak makanan berbuka bagi para jamaah.

"Saat waktunya berbuka, kami hanya boleh minum dan makan kurma. Setelah itu masker kembali dipakai dan setelah shalat Maghrib, diberi kotak makanan untuk berbuka dan dibawa pulang," urai mahasiswa Matematika Terapan ini.

Durasi berpuasa juga relatif lebih lama. Terlebih pada saat tahun pertama Zafran menjalankan puasa di Washington. Kala itu waktu sahur sekitar pukul 03.00 hingga 04.30 dan waktunya berbuka pada pukul 21.00.

"Tahun ini jauh lebih ringan sih. Waktu subuh sekitar pukul subuh 04.20-an WIB sampai Maghribnya pukul 20.00 WIB," ujar Zafran.

Baca juga: Arista Group Buka Lowongan Kerja bagi D3 Fresh Graduate

Pernah sahur pakai mie dan telur  

Zafran menilai, waktu tarawih ini cukup menjadi tantangan tersendiri baginya. Pasalnya shalat tawarih biasa dilakukan satu jam setelah Maghrib atau sekitar pukul 21.00. Jika shalat tarawih bacaan Alquran bisa sampai satu juz sehingga baru selesai pukul 22.00 hingga 22.30.

"Padahal kan besok paginya harus bangun lebih pagi untuk sahur. Jadi kalau ikut shalat tarawih di masjid, takut kemalaman dan besoknya tidak bangun untuk sahur. Jadi sejauh ini memang lebih memilih shalat tawarih di rumah saja," ungkap Zafran.

Sama seperti anak kos di Indonesia, Zafran lebih memilih sahur dengan menu-menu sederhana. Zafran menjelaskan, saat berpuasa tubuh kita membutuhkan energi banyak yang bisa berasal dari karbohidrat komplek. Zafran biasa memasak mashed potato, ikan laut, telur dan kurma. 

Baca juga: Akademisi IPB: Cegah Bau Mulut Saat Berpuasa dengan 6 Cara Ini

Terkadang karena mendapat jatah makan berbuka cukup banyak, Zafran bisa menggunakannya untuk sahur juga.

"Tapi kalau belum belanja atau tidak ada bahan makanan ya cukup sahur dengan makan mie  dan telur, seperti mahasiswa di Indonesia juga," seloroh Zafran.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com