KOMPAS.com - Siapa tak kenal Pangeran Diponegoro? Siswa SMP tentu sudah tidak asing dengan pahlawan terkenal yang satu ini.
Pangeran Diponegoro merupakan salah satu pahlawan nasional yang turut melawan penjajahan Belanda. Siswa SMP ingin lebih mengenal lagi sosok Pangeran Diponegoro?
Melansir laman Direktorat SMP Kemendikbud Ristek, Senin (9/8/2021), seperti ini Perang Diponegoro sebagai upaya perlawanan terhadap penjajahan Belanda.
Baca juga: Siswa dan Mahasiswa, Ini 5 Tips Tak Terpengaruh Hoaks
Pangeran Diponegoro adalah putra dari Sri Sultan Hamengku Buwono III. Nama aslinya ialah Raden Mas Ontowiryo yang lahir pada 11 November 1785 di Yogyakarta.
Sosok Pangeran Diponegoro dikenal secara luas karena memimpin Perang Diponegoro atau disebut sebagai Perang Jawa karena terjadi di tanah Jawa.
Perang ini merupakan salah satu pertempuran terbesar yang pernah dialami oleh Belanda selama masa pendudukannya di Nusantara.
Perang tersebut terjadi karena Pangeran tidak menyetujui campur tangan Belanda dalam urusan kerajaan. Selain itu, sejak tahun 1821 para petani lokal menderita akibat penyalahgunaan penyewaan tanah oleh warga Belanda, Inggris, Perancis, dan Jerman.
Van der Capellen mengeluarkan dekrit pada 6 Mei 1823 yang menyatakan bahwa semua tanah yang disewa orang Eropa dan Tionghoa wajib dikembalikan kepada pemiliknya per 31 Januari 1824. Namun, pemilik lahan diwajibkan memberikan kompensasi kepada penyewa lahan Eropa.
Akhirnya, Pangeran Diponegoro membulatkan tekad untuk melakukan perlawanan dengan membatalkan pajak Puwasa agar para petani di Tegalrejo dapat membeli senjata dan makanan.
Baca juga: Gerak Dasar Sepak Bola, Siswa Sudah Paham?
Kekecewaan Pangeran Diponegoro juga semakin memuncak ketika Patih Danureja atas perintah Belanda memasang tonggak-tonggak untuk membuat rel kereta api melewati makam leluhurnya. Beliau kemudian bertekad melawan Belanda dan menyatakan sikap perang.
Pada hari Rabu, 20 Juli 1825, pihak istana mengutus dua bupati keraton senior yang memimpin pasukan Jawa-Belanda untuk menangkap Pangeran Diponegoro dan Mangkubumi di Tegalrejo sebelum perang pecah.
Meskipun kediaman Diponegoro jatuh dan dibakar, pangeran dan sebagian besar pengikutnya berhasil lolos karena lebih mengenal medan di Tegalrejo.
Pangeran Diponegoro beserta keluarga dan pasukannya bergerak ke barat hingga Desa Dekso di Kabupaten Kulonprogo, dan meneruskan ke arah selatan hingga keesokan harinya tiba di Goa Selarong yang terletak lima kilometer arah barat dari Kota Bantul.
Kemudian, Pangeran Diponegoro pindah ke Selarong, sebuah daerah berbukit-bukit yang dijadikan markas besarnya. Ia kemudian menjadikan Goa Selarong, sebuah goa yang terletak di Dusun Kentolan Lor, Guwosari Pajangan Bantul, sebagai basisnya.
Pangeran menempati goa sebelah barat yang disebut Goa Kakung, yang juga menjadi tempat pertapaannya, sedangkan Raden Ayu Retnaningsih (selir yang paling setia menemani Pangeran setelah dua istrinya wafat) dan pengiringnya menempati Goa Putri di sebelah Timur.