Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Marak Perilaku Catfishing, Pakar Unair Beri Tips agar Tak Jadi Korban

Kompas.com - 08/03/2022, 20:23 WIB
Mahar Prastiwi

Penulis

KOMPAS.com - Belum lama ini ada salah satu film dokumenter di platform Netflix yang ramai diperbincangkan masyarakat.

Berjudul "The Tinder Swindler" merupakan sebuah film dokumenter yang menceritakan kisah seorang pria mengaku sebagai Simon Leviev, putra seorang miliarder berlian.

The Tinder Swindler ternyata diangkat dari kisah nyata seorang penipu yang telah menipu banyak wanita di aplikasi kencan online.

Ternyata hal seperti ini bukan kali pertama. Faktanya di Indonesia juga sering kali penipuan dengan modus memalsukan jati diri pelakunya di sosial media kerap terjadi.

Baca juga: Daftar Fakultas dan Jurusan IPB, Mana Incaranmu di UTBK SBMPTN 2022?

Apa itu catfishing 

Guru Besar Studi Media Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Airlangga (Unair), Prof. Rachmah Ida menjelaskan, catfishing adalah perilaku menyembunyikan identitas asli di sosial media atau kerap disebut deceitful.

Prof. Rachmah menerangkan, perilaku catfishing ini juga termasuk perilaku membohongi dengan memalsukan identitas dan foto di sosial media.

"Catfishing adalah budaya populer dan bukan hal baru, di Indonesia sendiri banyak terjadi di aplikasi kencan seperti Tinder," ujar Prof. Rachmah seperti dikutip dari laman Unair, Selasa (8/3/2022).

Dia menjelaskan, motivasi seseorang yang melakukan catfishing secara disengaja bertujuan untuk mengelabui orang lain atau tidak ingin menunjukkan identitas orientasi seksualnya secara publik.

Baca juga: Siswa, Ketahui Fakta Unik Mengenai Profesi Juru Bahasa Isyarat

Menurut dia, pelaku catfishing yang tidak disengaja dikarenakan orang itu belum memahami jati dirinya.

"Orang tidak sengaja melakukan catfish karena kurang percaya diri. Namun pelaku memiliki niat untuk membuka identitas aslinya ketika sudah merasa nyaman dengan pasangannya," tutur Prof Ida.

Korban catfishing paling banyak perempuan

Dia menerangkan, korban catfishing paling banyak terjadi pada perempuan. Hal itu dikarenakan adanya stereotip bahwa perempuan adalah kaum lemah dan mudah dibohongi.

Sehingga pelaku catfishing baik laki-laki atau perempuan lebih banyak menyasar korban perempuan. Prof Ida memaparkan, untuk mengetahui seseorang melakukan catfishing di sosial media, ada beberapa gaya komunikasi dan gestur yang dilancarkan pelaku catfishing.

Seperti, pelaku tidak percaya diri dan tidak konsisten menjelaskan sifat dirinya.

"Jika komunikasi semakin sering, maka pelaku akan cenderung melakukan ghosting atau terus-menerus berbohong untuk menyembunyikan identitas aslinya," urai dia.

Baca juga: Wacana Pemilu 2024 Ditunda, Pakar UNS: Harus Sesuai Keinginan Rakyat

Dia menambahkan, seseorang bisa memancing kenalannya atau pihak lain untuk membuka identitasnya melalui beberapa topik pembicaraan. Langkah ini menjadi cara tepat terhindar dari perilaku catfishing.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com