”Saya baru tahu jika apa yang dilakukan sekolah kami sebenarnya juga ingin dilakukan pemerintah pusat. Namun, program itu tak berhasil. Program itu dinamakan sekolah inklusi. Mendengar itu, saya lega. Saya bersyukur Tuhan menunjukkan, apa yang saya lakukan itu betul,” ujar nenek tiga cucu ini.
Program pemerintah yang mengembangkan dan mendukung sekolah inklusi membuat semangat Sukarlik makin kuat. Ia lalu mengajak sekolah negeri lain untuk membuka pendaftaran bagi ABK. Kini sudah 17 sekolah swasta dan negeri yang menjadi sekolah imbas SDN Klampis Ngasem I-246.
”Saya senang karena anak-anak berkebutuhan khusus yang tadinya cuma ingin ke sekolah kami sudah bisa ke sekolah yang dekat rumah. Ini terutama anak-anak dari keluarga tak mampu. Mereka bisa sekolah gratis karena didukung pemerintah,” katanya.
Tumbuhnya keinginan Sukarlik melayani ABK karena miris melihat perlakuan tak adil yang diterima ABK. Dalam keluarganya, anak kakaknya yang berkebutuhan khusus tak bisa sekolah karena miskin.
Di perkampungan nelayan tempat dia mengajar, Sukarlik melihat anak
”Namun, anak itu ditolak karena enggak mampu bayar. Bagaimana mau memikirkan uang sekolah, untuk makan saja keluarganya sudah susah. Saya marah dan kecewa,” katanya.
Dia lalu membulatkan tekad mengajar tiga anak nelayan
ABK diajak bersosialisasi dengan anak-anak reguler. Ketika pelajaran seni atau olahraga, ABK belajar bersama anak-anak lain. Lambat laun makin banyak ABK dari keluarga miskin yang mendaftar, sampai 47 anak.
Keberadaan ABK di sekolah reguler lalu mendapat simpati dari banyak pihak. Bantuan mengalir ke sekolah Sukarlik dengan beragam program.