Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ketika Bahasa Daerah Terdengar Asing di Telinga

Kompas.com - 27/10/2009, 03:05 WIB

Hal itu, kata dia, berdampak sangat besar. Beberapa contohnya, seperti pelajaran Bahasa Jawa, seharusnya dikenalkan mata pelajaran tentang "nembang" atau menyanyi menggunakan Bahasa Jawa. Namun, karena guru yang bersangkutan tidak bisa "nembang", akhirnya mata pelajaran tersebut dihindari.

Selain itu, kata dia, beberapa materi bahasa daerah juga dipandangnya hanya aplikasi, atau yang digunakan dalam kegiatan sehari-hari. Murid tidak dikenalkan untuk mengetahui secara mendetail, tentang beberapa materi atau bahasa yang sudah ada sejak dulu.

Ia khawatir, dengan kondisi tersebut, akan berdampak buruk, terutama bahasa daerah, karena beberapa kosakata akan hilang. Bahkan, para generasi muda, tidak mengenal bahasa daerahnya sendiri.

Bahasa daerah di Kediri dengan daerah lain, kata dosen yang saat ini berupaya meraih gelar Doktor (S-3) di Universitas Malang (UM) tersebut, juga unik. Hal itu disebabkan, Kediri termasuk daerah Mataraman (Jatim belahan Barat). Bahasa daerah di Kediri dan sekitarnya, juga lebih halus ketimbang daerah lain.

Sayangnya, untuk literatur mengenai bahasa tersebut, ia mengaku belum pernah melihat. Hanya ada diskusi-diskusi rutin yang dilakukanya dengan beberapa pecinta kebudayaan yang saat ini tergabung dalam Komunitas Edhum Kediri.

Yang ada saat ini, justru beberapa literatur buku yang menjelaskan tentang etika Bahasa Jawa, di antaranya Etika Jawa Sebuah Analisis Falsafi Tentang Kebijakan Hidup Jawa yang ditulis Frans Magnis Suseno tahun 1985, yang diterbitkan PT Gramedia, Tingkat Tutur Bahasa Jawa, yang ditulis oleh Soepomo Pudjosudarmo tahun 1979, serta beberapa judul lainnya.

Sutjahjo mengungkapkan, sebenarnya, Bahasa Jawa itu sama dengan Bahasa Indonesia dari segi tingkatanya, seperti untuk Bahasa Jawa ada "ngoko", "kromo", "kromo inggil", maupun lainnya. Hal itu, juga terlihat dari Bahasa Indonesia, mempunyai tingkatan yang berbeda, ketika bertemu dengan mereka yang umurnya sama, maupun yang lebih tua.

"Sayangnya, untuk Bahasa Jawa lebih banyak ditinggalkan, sehingga banyak kosakata yang dilupakan," paparnya.

Bahkan, ia mensinyalir, saat ini terdapat sekitar 50 persen Bahasa Jawa sudah mulai hilang, karena jarang digunakan. Ia khawatir, jika hal itu dibiarkan, bahasa yang merupakan peninggalan sejarah, juga akan punah.

Ia berharap, pemahaman sebagai upaya untuk menyadarkan bahwa identitas budaya itu sangat penting. Sayangnya, hal itu masih belum disadari dengan baik, dari lembaga pendidikan, maupun dari pemerintah.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com