Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Betapa Susahnya Saya Cari Sekolah

Kompas.com - 20/11/2009, 10:05 WIB

KOMPAS.com - Tulisan ini adalah karangan Sri Andiani, pelajar SMP Alam Insan Mulia Surabaya, yang memenangkan penghargaan Penulis Muda Indonesia 2009 yang diselenggarakan oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Anak, Perwakilan UNICEF di Indonesia, serta YKAI. (Redaksi)

SEKILAS, orang-orang yang melihat saya berfikir bahwa tidak ada yang salah pada diri saya. Saya bisa berbicara dengan lancar, mendengar dengan baik, fisik saya juga tidak ada yang cacat. Tapi, saya sesungguhnya adalah seorang tuna rungu.

Percaya atau tidak, inilah saya. Saya seorang tuna rungu sejak lahir. Saya didiagnosa tuli berat, yang kemampuan mendengarnya di atas 90 db (desibel). Para dokter menyarankan Mama saya untuk mengajari bahasa isyarat dan menyekolahkan saya di SLB. Namun, Mama justru melatih saya untuk mendengar dan berbicara seperti orang normal lainnya, agar saya bisa bersekolah di sekolah umum.

Menurut Mama, jika bersekolah di sekolah umum, peluang saya kelak untuk bisa bekerja dan berbaur dengan masyarakat umum semakin luas. Mama berharap, kelak saya bisa mendapatkan kesempatan untuk memberikan sumbangsih saya pada masyarakat. Ya, sebagaimana warga negara lain yang mandiri, berkarya, dan berprestasi di tengah-tengah masyarakat!

Bermodal alat bantu dengar dan semangat tinggi, Mama melatih saya belajar mendengar dan berbicara. Ia mendampingi saya setiap saat, terus melatih saya untuk mengembangkan bahasa verbal.

Kurang lebih di usia 3 tahun, saya dioperasi cochlear implant, yaitu operasi yang bertujuan menanamkan suatu alat atau disebut implant ke dalam cochlear atau rumah siput. Tujuannya, agar saya bisa mendengar lebih jelas.

Setelah dioperasi, Mama semakin intensif melatih saya mendengar, berbicara, dan berkomunikasi secara verbal. Kerja keras Mama dan semangat saya belajar akhirnya berbuah. Saya bisa berbicara dan mendengar dengan baik, bahkan saya mulai belajar mendengarkan radio dan berkomunikasi lewat telepon.

Selain belajar berbahasa verbal, Mama juga mengajarkan banyak keterampilan pada saya. Saat duduk di bangku TK, saya sudah lancar membaca dan menulis. Saya juga diajarkan berbagai kerajinan tangan dan diikutkan kursus Matematika dan menggambar.

Saat saya duduk di TK A, Mama mulai mencari SD yang cocok dengan kondisi saya. Mama sengaja mencari SD jauh-jauh hari, untuk mengantisipasi sulitnya mencari SD yang mau menerima saya.

Dugaan mama terbukti. Keterampilan dan kepandaian saya ternyata tidak cukup untuk membuat saya diterima. Pada awalnya, sebelum mereka tahu bahwa saya seorang tuna rungu, mereka mau menerima saya setelah dilakukan serangkaian wawancara singkat. Saya diberikan beberapa pertanyaan sederhana sebelum akhirnya diputuskan untuk diterima.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau