Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Program S-2, Lebih Spesifik dan Mandiri

Kompas.com - 29/03/2011, 04:44 WIB

Maraknya pertumbuhan pendidikan magister atau S-2 di Indonesia sekitar 10 tahun terakhir ini, memunculkan pro dan kontra. Kalau dulu kontroversi itu tentang pembukaan kelas jauh pendidikan magister oleh perguruan tinggi negeri ke luar kampus mereka, sekarang berbeda persoalannya.

da fenomena baru. Tak hanya karyawan bergelar S-1 yang ingin belajar hingga jenjang S-2, tetapi lulusan baru S-1 yang umumnya berusia di awal 20-an tahun pun menyerbu pendidikan magister di dalam maupun luar negeri.

Apa yang mereka cari? Sekadar gelar magister atau supaya memiliki ilmu spesifik sehingga bisa lebih bersaing di dunia kerja? Bukan rahasia lagi, banyak lulusan S-1 kesulitan mencari kerja. Di antara mereka ada yang menyiasati dengan kuliah S-2 agar nantinya lebih mudah mencari kerja.

Salah satunya adalah Faisal Alfarokhi (23), yang menempuh pendidikan magister manajemen bidang marketing public relations. Dia lulusan S-1 Ilmu Komunikasi dari Universitas Diponegoro, Semarang.

”Kuliah S-2 merupakan penyempurnaan teori ketika kita belajar di bangku S-1. Banyak teori ’nanggung’ yang kita pelajari di S-1 diperjelas dan diperdalam dalam program S-2. Selain itu, S-2 menjadi kebutuhan karena di sini konsentrasi kajiannya lebih. Ilmu di S-1 lebih dipersempit dan dispesialisasikan di S-2,” jelasnya.

Menurut dia, penyempurnaan dan spesialisasi ilmu itu diimplementasikan di ruang belajar S-2 melalui diskusi kasus yang lebih dalam dan spesifik. ”Sistem pendidikan S-2 sangat berbeda dengan S-1. Di S-2 lebih menekankan diskusi dan pembelajaran mandiri,” lanjutnya.

Pengalaman serupa dirasakan Herlin (28), lulusan Program Magister Sains Ekonomi Universitas Indonesia, dan Luthfia Nugraheni (34), alumnus Program Magister di Jurusan Marketing Universitas Gadjah Mada.

”Kuliah S-2 sangat beda dengan saat kuliah S-1. Kami harus mandiri dan belajar hal spesifik di kelas,” kata Herlin, yang ingin melanjutkan belajar ke program doktor.

Sementara Luthfia merasakan manfaat ilmu pemasaran yang dia tekuni saat bekerja di bidang yang sama dengan ilmunya. ”Saya jadi semakin tahu strategi pemasaran produk, tinggal mengembangkan sendiri,” tutur Luthfia yang bekerja di sebuah bank syariah di Jakarta.

Bagi Julius Pratama (22), yang sedang belajar Marketing di Prasetiya Mulya Business School, Jakarta, pendidikan magister yang ia tempuh memberi gambaran baru mengenai bidang pemasaran.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau