Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kemerdekaan Mengalir dari Citarum

Kompas.com - 25/04/2011, 12:08 WIB

BANDUNG, KOMPAS.com — Tidak ada sungai yang peran dan fungsinya begitu strategis sebesar Citarum. Selain menerangi peradaban hampir separuh penduduk negara ini di Pulau Jawa dan Bali, Citarum juga mengairi irigasi pertanian, perikanan, pemasok air untuk industri, dan menyumplai bahan baku air minum, khususnya bagi 80 persen warga DKI Jakarta.

Itulah yang menjadi alasan Kompas melakukan ekspedisi Citarum 2011. Bagi peradaban bangsa, eksistensi sungai yang mengalir dari Situ Cisanti di kaki Gunung Wayang, Bandung Selatan sejauh 269 kilometer hingga Muara Bendera Kecamatan Muaragembong Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, tidak sekedar penyedia kebutuhan jasmani, yaitu air bersih. Melainkan multifungsi, baik secara ekonomi, perdagangan, pertanian, dan peternakan, maupun pertahanan (benteng alam) dari musuh.

Untuk fungsi yang terakhir ini, peran Citarum hampir sebanding dengan sungai pada peradaban tua dunia seperti Sungai Nil di Mesir, Mesopotamia atau Eropa yang kemudian menghasilkan ilmu pengelolaan sungai, one river, one plan, one management. Peran ini terutama ditunjukan Citarum di Rengasdengklok, sebuah kecamatan di Kabupaten Karawang, Jawa Barat.

Malah melalui kota kecil yang terletak 25 kilometer utara Kota Karawang ini Sungai Citarum telah mengantarkan bangsa ini ke pintu gerbang kemerdekaan. Kota itu dalam sejarah nasional menjadi tempat perjuangan sekaligus mempertahankan proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia 1945. Itu semua, berkat letaknya yang strategis di pinggir Sungai Citarum.     Aliran Citarum yang memanjang dari Tanjungpura (Karawang)-Rengasdengklok- hingga Laut Jawa sejauh 60 kilometer merupakan benteng alamiah dari serbuan musuh republik yang datang dari arah Jakarta. 

Pada masa pendudukan Jepang, Rengasdengklok diincar untuk dijadikan benteng pertahanan menghadapi Sekutu (Ensklikopedi Nasional Indonesia, Delta Pamungkas 1997). Ketika Jepang menyerah pada Sekutu 14 Agustus 1945, pasukan Rakyat dan Pembela Tanah Air (PETA) segera mengambil pos-pos pertahanan penjajah Negeri Sakura itu.

Di sepanjang Sungai Citarum lalu dibangun pos-pos penjagaan. Sebab wilayah ini merupakan basis pertahanan barisan pejuang yang tergabung dalam pasukan gerilya, di antaranya Benteng Wulung Macan Citarum.

Pada tanggal 16 Agustus 1945 dilakukan pengibaran bendera Merah Putih sekaligus menurunkan bendera Jepang. Setelah pengibaran Merah Putih di tangsi Peta itu dilakukan pengibaran Merah Putih di depan gedung kewedanaan Rengasdengklok yang dipimpin oleh asisten Wedana Sujono Hadipranoto, diikuti oleh barisan Pelopor. Setelah upacara, Achmad Ginun dari barisan pelopor ditugaskan untuk mengumumkan kepada seluruh rakyat bahwa Indonesia telah merdeka.

Saat itu Bung Karno dan Bung Hatta berada di rumah singgah milik Djiauw Kie Siong di pinggir Sungai Citarum, Rengasdengklok. Kedua pemimpin bangsa itu kemudian mengumumkan Proklamasi Kemerdekaan RI esok harinya, 17 Agustus 1945 di Jakarta. Namun para pejuang  lebih dulu mengumandangkannya di aliran Sungai Citarum.

Mengawal peradaban

Setelah merdeka, Citarum terus mengalirkan semangat sekaligus mengawal peradaban bangsa ini dengan menebarkan fungsinya. Sungai terbesar dan terpanjang (269 kilometer, versi Balai Besar Wilayah Citarum-BBWS/Kementerian Pekerjaan Umum) di Jawa Barat ini memasok air ke Pusat Listrik Tenaga Air di Waduk Jatiluhur (187 Mega Watt).

Halaman:
Baca tentang


    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Komentar di Artikel Lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
    atau