Waduk Juanda (Jatiluhur) yang dibangun tahun 1963 juga mengairi 240.000 hektar sawah di Kabupaten Karawang, Purwakarta, Subang, dan sebagian Indramayu. Daerah pantura ini dikenal sebagai lumbung padi nasional. Waduk ini juga memasok air minum warga Ibu Kota Jakarta.
Tahun 1986 dibangun Waduk Saguling (700-1.400 MW) dan Cirata dua tahun kemudian (1.008 MW). PLTA di kedua waduk ini memasok listrik untuk jaringan interkoneksi Pulau Jawa-Bali yang dihuni hampir separuh dari penduduk republik ini. Kini Citarum yang memiliki wilayah daerah aliran sungai (DAS) seluas 12.000 kilometer persegi ini melayani air minum 25 juta jiwa penduduk, 15 juta di Jabar dan 10 juta di DKI Jakarta. Total air irigasi yang dipasok Citarum mencapai 420.000 hektar di Kabupaten Bandung, Kota Bandung, Kabupaten Bandung Barat, Kabupaten Cianjur, Purwakarta, Karawang, Subang, dan Indramayu.
Akan tetapi, bangsa ini lupa sejarah dan tidak tahu berterima kasih. Secara tak bertanggungjawab sejak hulu, Citarum malah dijadikan tempat pembuangan limbah peternakan, pertanian, pabrik/industri, dan rumah tangga. Di hulu sungai, daerah tangkapan airnya dieksploitasi melalui peralihan fungsi lahan dari hutan menjadi tanaman semusim. Semua itu dilakukan tanpa kendali sehingga menimbulkan erosi dan sedimentasi yang sangat tinggi. Penanganan yang ada selama ini dilakukan oleh BBWS Citarum melalui pengerukan sungai dan pemeliharaan tanggul, terutama di Cekungan Bandung. Pada DAS Citarum tidak ada satu lokasi pun yang kualitas airnya memenuhi baku mutu air. Di Waduk Cirata misalnya, kualitas airnya berkategori buruk bagi air baku minum (Laporan Badan Pengelola Waduk Citara dan Pusat Penelitian Sumber Daya Alam dan Lingkungan Unpad Bandung Triwulan IV 2010).
Air yang sudah terendapkan di waduk ini juga tidak layak bagi perikanan dan peternakan. Padahal di waduk ini terdapat 50-70 ribu perikanan keramba jaring terapung (KJA). Setiap hari puluhan ton ikan dipasarkan bagi konsumen Bandung, Bekasi, dan di DKI Jakarta.
Parameter yang tidak memenuhi syarat bagi air minum karena air Cirata mengandung H2S, bakteri E Coli dan Coliform serta COD dan BOD nya melebihi ambang batas. Sedangkan tidak layak bagi perikanan dan peternakan karena mengandung H2S, NH3-N, NO2-N, Cl2, dan CU.
“Kami hanya bisa prihatin karena air jernih dijadikan pembuangan kotoran sapi,” ungkap Agus Darajat, tokoh masyarakat Desa Tarumajaya Kecamatan Kertasari. Di desa ini terdapat Situ Cisanti, di kaki Gunung Wayang yang menjadi sumber pertama mata air Citarum. Sampai hilir
Pencemaran dan sedimentasi yang hebat terus mengalir ke hilir Citarum seiring bergulirnya perjalanan sejarah kemerdekaan bangsa. “Tiga bulan sekali bisa dipastikan udang mabuk dan mati di Citarum,” ujar sejumlah warga Desa Tanjungbungin, Karawang dan Jayasakti, Kabupaten Bekasi, 10 kilometer sebelum muara Citarum di Laut Jawa. Kedua desa di dua kabupaten ini terpisah oleh Sungai Citarum selebar 200-an meter.
“Jika air Citarum dimasukan ke tambak, hanya ikan bandeng yang bertahan. Semua jenis udang alam, seperti udang bago dan udang peci tak tahan oleh kotornya air Citarum. Padahal udang liar ini merupakan tambahan penghasilan bagi petambak,” ujar Tarman (48), petambak bandeng di Desa Tanjungpakis Kecamatan Pakisjaya, Karawang, sekitar 10 kilometer dari Laut Jawa.
Air tawar Sungai Citarum diperlukan untuk mengurangi keasinan air tambak menjadi payau sehingga kondusif bagi tumbuhnya ikan bandeng. Akibat airnya tercemar kini puluhan ribu hektar di kawasan pesisir pantai utara Karawang dan Bekasi tidak dikelola optimal.
Di Desa Pantai Bahagia saja terdapat 3.000 hektar tambak, 1.000 hektar di antaranya rusak terkena abrasi. Areal tambak di kawasan muara Citarum terdapat di lima desa dalam Kecamatan Muaragembong, Kabupaten Bekasi dan empat desa di Kecamatan Pakisjaya, Karawang Pencemaran Citarum di sekitar muara, telah menyempurnakan persoalan pesisir pantai utara. Di wilayah pesisir utara Jawa Barat, kerusakan meliputi hutan bakau, abrasi pantai serta pendangkalan muara sungai yang berdampak pada aktivitas lalu lintas perahu.
Di tengah hebatnya eksploitasi Sungai Citarum, perusakan sungai ini tak kalah dahsyat dan dibiarkan terus berlangsung. Seandainya Citarum itu manusia barangkali ia akan berkata, “Sungguh kalian itu bangsa yang tak beradab!”
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.