Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kita, Kisah Al, dan Ronggo Warsito

Kompas.com - 25/06/2011, 19:04 WIB

Harus diakui, bahwa pemerintah melalui Kementerian Pendidikan Nasional (Kemdiknas) dan Kementerian Agama (Kemenag) memang telah mengupayakan pendidikan karakter sebagai bagian dari kurikulum pendidikan nasional. Sejak bangku sekolah dasar hingga perguruan tinggi, pendidikan karakter yang notabene adalah pendidikan berbangsa dan bernegara tidak pernah lepas dari kurikulum.

Di zaman orde lama (orla) pendidikan karakter ditularkan melalui indoktrinasi politik yang pada masa orde baru (orba) diubah menjadi Pancasila dan Pendidikan P-4 dan kemudian di era reformasi saat ini diubah lagi menjadi PKn (Pendidikan Kewarganegaraan). Semua itu merupakan bukti, bahwa pemerintah melalui Kementerian Pendidikan Nasional dan Kementerian Agama telah berusaha untuk memberikan pendidikan karakter.

Dalam kurikulum pendidikan karakter di tingkat SD, SLTP, SLTA dan perguruan tinggi, PKn mengajarkan nilai-nilai akhlak sebagai manusia sosial. Siswa ditanamkan untuk tidak berbohong, menyontek, mengambil barang yang bukan hak miliknya dan lain sebagainya. Dalam hal etika berbangsa dan bernegara, kurikulum juga mengajarkan bagaimana keharusan siswa menghargai pendapat orang lain, patuh terhadap hukum, dan tidak melakukan penindasan terhadap kelompok minoritas. Tapi, di sisi lain juga harus diakui bahwa kurikulum ini tidak berkarakter.

Kehidupan berbangsa dan bernegara di republik ini semakin jauh panggang dari api. Ketika para founding father mengamanahkan ke-Tuhan-an, kekerasan terhadap pemeluk agama lain semakin sering terjadi, dan pembiaran penindasan terhadap hak-hak kemanusiaan sudah menjadi hal umum. Pertikaian kelompok demi pertikaian kelompok menyimpan dendam yang semakin menjauhkan semangat persatuan nasional. Demikian pula dominasi mayoritas yang semakin menancapkan kukunya dan sejalan dengan suburnya korupsi di berbagai bidang yang merupakan diskursus semangat kerakyatan dan keadilan sosial.

Apa jadinya semua ini? Percuma menanyakan Kemdiknas dan Kemenag alasan para siswa menghalalkan contek-menyontek dan sogok-menyogok. Mereka sama bingungnya ketika dihadapi pada realita, bahwa tempat mereka bekerja menyandang gelar sebagai kementerian-kementerian paling korup di bumi pertiwi ini.

Berbagai kebohongan dan manipulasi terjadi di jajaran kementerian tersebut. Sebagai lembaga yang merumuskan kurikulum, mereka yang berada dalam lembaga ini seharusnya mengetahui serta memahami isi dari pendidikan karakter itu sendiri dan bersikap paling gigih dalam menerapkan nilai-nilai yang diajarkan. Perilaku-perilaku demikian itulah yang menyebabkan kegagalam kurikulum ini. Pendidikan karakter yang tidak berkarakter.

Pembentukan Karakter

Ada tiga lembaga paling bertanggung jawab terhadap gagal dan berhasilnya pendidikan karakter nasional, yaitu lembaga keluarga, pendidikan dan lingkungan (baca: masyarakat). Keluarga sebagai institusi sosial terkecil merupakan tempat awal nilai-nilai putih seorang manusia digoreskan.

Hampir 90 % dari masa golden age yang merupakan masa penting pertumbuhan seorang anak dihabiskan bersama keluarga. Saat ini, institusi keluarga mengambil peranan terbesar dalam peletakan dan pembangunan fondasi nilai-nilai luhur, sikap, kepribadian, watak dan karakter.

Semua nilai-nilai yang diperoleh anak-anak itu merupakan hasil dari komunikasi internal yang terjadi di institusi tersebut, baik verbal maupun non-verbal. Nasihat, larangan, kewajiban dan anjuran orang tua merupakan komunikasi verbal yang perlu dan sangat perlu dilakukan. Ketidakpedulian orang tua terhadap transfer nilai-nilai benar salah dan baik buruk akan menyebabkan seorang anak mempunyai hati yang tumpul terhadap eksistensi individu maupun sosial di luar dirinya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com